REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Perang Short Message Services (SMS) dan Black Berry Messenger (BBM) terjadi di Kota Makassar dan sekitarnya menjelang Pemilu legislatif 2014.
"Selain ada yang melakukan pendekatan dengan barang dan uang, juga ada yang mengirim pesan melalui telepon seluler," kata salah seorang pemerhati masalah sosial politik R Zainuddin, Selasa (9/4).
Menurut Badan Pekerja Lembaga Pendidikan, Studi dan Informasi Publik (LaPISMedik) Makassar, peran pemantau Pemilu ataupun Panwas harus lebih intens untuk mencermati fenomena SMS dan BBM pada masa minggu tenang.
Alasannya, karena SMS dan BBM itu merupakan bagian dari kampanye untuk mempengaruhi pemilih. Di sisi lain, dengan gencarnya pihak caleg maupun dengan tim pemenangannya terhadap pemilih, maka secara tidak langsung menjadi teror psikologis bagi pemilih.
"Hak warga negara atau pemilih juga adalah memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya, tidak perlu didorong-dorong ataupun diiming-iming," katanya.
Dia mengatakan, untuk mendeteksi pengirim pesan pertama panwas dapat bekerja sama dengan operator seluler, karena setiap operator seluler tentu memiliki bank data. Apalagi jika hal itu untuk kepentingan publik, lanjut dia, tentu dapat menggunakan undang-undang terkait dengan Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk tidak menelusuri pesan seruan maupun kampanye hitam yang dikirim melalui fasilitas telepon seluler. Hal ini juga merupakan bagian dari upaya menciptakan dekmokrasi yang bersih dan berwibah. Apalagi proses Pemilu 2014 ini dipantau sedikitnya 13 negara sahabat