REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Tim Peneliti dari Balai Arkeologi Ambon akan meneliti situs-situs gereja peninggalan pemerintah kolonial Belanda di Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah pada pertengahan April 2014.
"Ini adalah penelitian pertama kami untuk situs gereja kolonial di daerah Nusalaut, rencananya kami akan ke sana setelah proses Pemilihan legislatif (Pileg) selesai," kata arkeolog Andrew Huwae di Ambon, Senin.
Andrew yang juga koordinator tim peneliti mengatakan, penelitian awal di Pulau Nusalaut akan dilakukan dengan mengidentifikasi struktur dan arsitektur bangunan dan usia perabot gereja.
Dikatakannya, pada umumnya ciri khas struktur bangunan-bangunan peninggalan kolonial di Maluku memakai teknik perekat berupa batu yang dilekatkan dengan kapur, juga menggunakan air perasan daun teh dan campuran putih telur.
"Kami akan mengidentifikasi dan membuat catatan mengenai arsitektur, struktur bangunan dan perabotan yang digunakan di dalam gereja-gereja peninggalan kolonial di sana," katanya.
Lebih lanjut Andrew mengatakan, Nusalaut merupakan pulau kecil yang didiami oleh tujuh desa, menurut tuturan sejarah, seluruh warganya berasal dari Kepulauan Seram, dan agama Kristen mulai berkembang di daerah tersebut setelah masuknya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) ke Maluku.
"Perpindahan mereka dari Seram ke Nusalaut tidak terkait dengan kebijakan pasifikasi yang diterapkan pemerintah kolonial pada akhir abad ke-19 hingga awal abad 20," katanya.
Ia menjelaskan, sedikitnya ada lima gereja di daerah tersebut, beberapa di antaranya merupakan jejak peninggalan kolonial yang masih berfungsi dengan baik, salah satunya adalah Gereja Abenhaezer yang dibangun pada masa pemerintahan Pati (pemimpin tradisional -red) Sila bernama Louis, sekitar tahun 1715 - 1719.
Gereja yang terletak di Desa Sila itu telah diidentifikasi sebagai bangunan peribadatan umat Kristiani paling tua di wilayah Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, dan menempatkannya sebagai gereja tertua kedua di Maluku, setelah gereja di Pulau Ay, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah yang dibangun sekitar tahun 1611 - 1613.
"Sepengetahuan kami Gereja Abenhaezer saat ini melayani proses peribadatan jemaat di Desa Sila dan Desa Leinitu," ucapnya.
Andrew menambahkan, karena kurangnya bukti prasasti maupun catatan dan referensi mengenai situs bangunan gereja peninggalan kolonial, sebelumnya Gereja Imanuel yang dibangun di Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah dibangun sekitar tahun 1780 - 1781 dibawah pemerintahan Eillem Beth Iacobs, kepala comtoire Hila pada masa pemerintahan Gubernur Belanda Bernardus van Pleuren, diduga sebagai bangunan peribadatan Kristiani tertua di Maluku.
"Gereja tertua di Maluku berada di Pulau Ay, sejauh ini kami belum bisa mengetahui namanya karena bangunannya sudah rusak parah termakan usia, yang tersisa hanya pondasinya," ujarnya.