REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian besar konten pornografi di Internet muncul lewat iklan-iklan ketika pengguna berselancar di dunia maya. Hal itu ternyata seringkali menyebabkan anak maupun remaja pengguna internet mau tidak mau terpapar konten tersebut meski tidak berniat mengaksesnya.
Menurut studi "Keamanan Penggunaan Media Digital pada Anak dan Remaja di Indonesia" dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama UNICEF, lebih dari separuh responden (52%) menemukan konten pornografi via iklan vulgar maupun situs yang tidak mencurigakan. Hanya 14 persen yang mengaku mengakses situs pornografi secara sukarela.
"Paparan konten pornografi itu terutama ketika muncul secara tidak sengaja atau dalam bentuk iklan yang bernuansa vulgar ketika mereka membuka internet," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto di Jakarta, Selasa (19/2).
Studi ini menemukan bahwa banyak anak-anak yang tidak terlindungi dari konten negatif yang ada di internet, sebagian besar sampai kepada mereka tanpa sengaja melalui pesan pop-up atau melalui link yang menyesatkan.
"Pihak orangtua mungkin ketinggalan dari anak-anak mereka dalam hal menguasai dan menggunakan media digital, sedikit dari orangtua yang mengawasi anak-anak mereka ketika mengakses internet, dan sedikit yang menjadi 'teman' anaknya dalam jejaring sosial," kata Gatot.
Sementara Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menyatakan pihaknya sudah berupaya mengamankan Internet dari konten-konten berbahaya bagi anak. "Sejauh ini sudah satu juta situs (porno) yang diblok," kata dia di Jakarta, Selasa (19/2).
Tifatul mengatakan orangtua bertugas untuk memberi pengertian dan pengawasan pada anak dan remaja agar tidak mengakses konten seperti itu. "Menurut saya blokir itu lebih bagus di dada dan pikirannya. Sebab kalau mereka ke Singapura ke Malaysia tidak diblok. Jadi berikan pengertian dan pemahaman," lanjut dia.