Selasa 04 Feb 2014 18:05 WIB

Raksasa Teknologi Serahkan Data Pelanggan pada Pemerintah AS

Rep: Gita Amanda/ Red: Julkifli Marbun
Logo Microsoft
Foto: ©Mashable
Logo Microsoft

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pengadilan rahasia meminta raksasa-raksasa teknologi untuk menyerahkan data puluhan ribu akunnya pada otoritas pemerintah Amerika Serikat.

Perusahaan seperti Microsoft, Google, Facebook dan Yahoo diminta menyerahkan data pelanggannya setiap enam bulan demi alasan membantu keamanan nasional.

Dilansir dari The Guardian hal ini diungkapkan kali pertama pada Senin (3/2) lalu, sebagai bagian dari kesepakatan transparansi yang dicapai dengan Departemen Kehakiman pada pekan lalu.

Keempat perusahaan besar itu mengaku berpartisipasi dalam upaya Prisma Badan Keamanan Nasional AS.

Mereka mengumpulkan informasi komunikasi internet dari para pelanggannya yang sebagian besar berasal dari luar negeri.

Direktur hukum Google untuk penegakan hukum dan keamanan informasi Richard Salgado mengatakan, mereka percaya transparansi diperlukan agar semua pihak paham mengenai hukum pengawasan.

"Ini juga untuk memutuskan apakah mereka dapat melayani kepentingan publik," ujarnya.Data terakhir yang diberikan pada periode Januari-Juni 2013. Sebelum akhirnya Edward Snowden mengungkapkan aksi pengawasan yang dilakukan pemerintah AS ini.

Dilaporkan Google memberi pemerintah data sekitar 999 akun pelanggan dan isi komunikasi dari 9000 hingga 9999 pelanggannya. Sementara Microsoft menerima pesanan dari pengadilan Fisa untuk 1000 akun dan konten komunikasi selama periode yang sama antara 15 ribu hingga 15.999 pelanggan.

Perusahaan dengan layanan panggilan video seperti Skype juga mengungkapkan menerima 1000 pesanan untuk data pelanggannya.

Yahoo mengungkapkan telah memberi isi komunikasi 30 ribu hingga 30.999 pelanggannya pada pemerintah AS. Facebook mengungkapkan selama paruh pertama 2013, memberikan 5000- 5999 akun pelanggan.

Penasihat umum Microsoft Brad Smith mengatakan, hanya seper sekian persen pengguna yang terpengaruh dengan perintah ini.

Smith juga berpendapat mereka belum menerima jenis permintaan data massal terkait catatan telepon publik.

Namun pengungkapan hanya berlaku untuk permintaan data yang diserahkan pada NSA dan FBI. Ini dilakukan sebagai hasil dari perintah pengadilan Fisa.

"Tak ada laporan hingga hari ini yang meminimalkan pentingnya upaya pemerintah mendapat informasi pelanggan di luar proses hukum," ungkap Smith, yang menegaskan perusahaan tetap khawatir mengenai laporan hacking yang dilakukan pemerintah.

Smith juga meminta pemerintah AS dan lainnya untuk lebih transparan.

Dari data Google menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam permintaan konten internet oleh NSA. Dalam enam bulan pertama tahun 2009, perusahaan memberikan data pada pemerintah hingga 2999 akun.

Kemudian angka tersebut tumbuh menjadi 12 ribu hingga 12999 akun di paruh kedua 2012. Sebelum akhirnya kembali merosot di bawah 10 ribu akun pada semester pertama 2013.

Demikian pula dengan Microsoft yang mengungkapkan, telah memberi informasi konten lebih dari 12ribu akun pelanggannya pada pemerintah AS di paruh kedua 2011. Jumlah tersebut meningkat pada akhir 2012 menjadi 16 ribu akun.

Sebelum akhirnya turun hingga 15 ribu akun dalam enam bulan pertama 2013.Staf pengacara di Electronic Frontier Foundation Nate Cardozo mengatakan, informasi terkait laporan transparansi merupakan langkah baik.

Namun ia mengatakan, surat keamanan nasional telah disatukan dan tak mungkin melihat kerangka hukum yang digunakan untuk memaksa perusahaan menyerahkan informasi pelanggan mereka.

Sementara itu Smith menyesalkan, meskipun upaya reformasi telah dilakukan terkait hal mempublikasikan informasi namun belum ada komitmen publik dari pemerintah AS untuk berhenti melakukan hacking pada perusahaan internet.

"Kami percaya konstitusi mengharuskan pemerintah mencari informasi dari perusahaan-perusahaan AS dalam aturan hukum," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement