REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemenuhan infrastruktur dan penyediaan konten lokal sebanyak 10 persen dalam sistem siaran jaringan (SSJ) lembaga penyiaran nasional belum optimal. Untuk menggenjot pemenuhan kedua aspek itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tengah melakukan evaluasi mendalam.
''Selama ini, pelaksanaan sistem siaran jaringan sebenarnya sudah dilakukan lembaga penyiaran, namun sayangnya baru secara administratif. Sementara dalam konteks infrastruktur dan penyediaan konten lokal sebanyak 10 persen, belum sepenuhnya terealisasi," ungkap Koordinator Bidang Perizinan KPI Pusat, Azimah Subagijo, di Jakarta, Selasa (28/1).
Ia menjelaskan, SSJ merupakan wujud dari desentralisasi penyiaran yang menjadi mandat regulasi penyiaran. Perintah SSJ ada dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32/2002, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50/2005, Peraturan Menteri (Permen) Nomor 43/2009, dana Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS).
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2013 di Bali dengan lembaga-lembaga penyiaran yang bersiaran jaringan yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), merekomendasikan KPI memberikan waktu pada lembaga penyiaran yang melakukan siaran secara berjaringan untuk memenuhi perintah regulasi atas konten lokal sebesar 10 persen selama setahun, hingga 12 April 2014. Dari data yang dimiliki oleh KPI Pusat berdasarkan masukan dari 14 KPI Daerah, ternyata lembaga penyiaran baru mulai menghadirkan konten lokal di rata-rata 10 kota dengan durasi rata-rata 30 menit.
Lembaga penyiaran sendiri, menurut Azimah, mengakui bahwa pemenuhan konten lokal adalah sebuah keniscayaan. Sementara bagi KPI, juga merupakan wujud ketahanan bangsa guna menguatkan masyarakat, bangsa dan industri penyiaran itu sendiri dari serbuan muatan-muatan asing yang belum tentu compatible dengan kepribadian Indonesia.
Untuk itu KPI berkewajiban mengingatkan lembaga penyiaran yang bersiaran jaringan untuk melakukan upaya pemenuhan konten lokal sebanyak 10 persen secara optimal. "Urgensi konten lokal hakikatnya adalah desentralisasi penyiaran," ujar Azimah.
Adanya kewajiban konten lokal, menurut Azimah, akan mendorong lembaga penyiaran untuk bekerjasama dengan industri terkait di tingkat lokal dan juga sumber daya ,amusia (SDM) setempat. "Tentunya akan menjadi sarana lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal,'' ujarnya.
Ia menilai, konten lokal juga dapat mendekatkan lembaga penyiaran dengan masyarakat lokal, sehingga masyarakat menjadi lebih memiliki atau merasakan manfaat keberadaannya di tengah mereka. "Kebutuhan masyarakat akan informasi, hiburan, dan kontrol sosial terkait dengan isu-isu yang dekat dengan mereka, dapat terpenuhi.
Jika pada saat nanti ada serbuan konten-konten siaran asing ke negara kita, masyarakat juga dapat lebih memilih konten lokal yang sudah mereka gemari," tuturnya.
Azimah mengingatkan, dalam setiap proses perizinan, anggota jaringan dari lembaga penyiaran berjaringan diwajibkan untuk memenuhi syarat aspek administratif, program siaran dan aspek teknis penyelenggaraan penyiaran. "Seharusnya masalah infrastruktur teknis untuk pelaksanaan konten lokal, sudah selesai pada proses perizinan," tegasnya.