REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa yang terjadi di Kebumen, Sabtu (25/1) pukul 12.14 WIB, sempat membuat panik warga di beberapa daerah. Pasalnya, gempa tersebut terasa di beberapa wilayah bahkan sampai Jakarta.
Ahli seismograf dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof. Bagus Jaya Santosa mengatakan kedalaman titik gempa merupakan faktor kenapa gempa yang terjadi di Kebumen hampir dirasakan di seluruh bagian wilayah Jawa. Dikatakannya, pusat gempa yang terjadi di Kebumen berada pada kedalaman 80 kilometer. Kedalaman gempa tersebut masuk dalam kategori menengah.
Bagus memaparkan, dari hasil analisanya menggunakan metode Fitting Wave Form, gempa yang terjadi di Kebumen juga 'hanya' sebesar 4,1 skala richter. Kesimpulan itu diambilnya dari hasil analisa di empat stasiun pemantau yang ada di Cisadane, Temanggung, Yogyakarta dan Pacitan.
"Besarnya 4,1 skala richter di pusat gempa. Dengan kedalaman 80 kilometer dan amplitudo bodywave-nya 20 detik," kata Doktor lulusan Stuttgart University, Jerman ini saat dihubungi Republika, Ahad (26/1).
Bagus menjelaskan, dalam metode itu dihitung semua amplitudo dari body wave (gelombang tubuh) maupun surface wave (gelombang permukaan). Menurutnya hal itu diperlukan agar akurasi yang dihasilkan lebih tinggi. Jika hanya dihitung amplitudo dari surface wave saja maka hasil yang didapat tidak akan akurat.
"Karena gerakan bisa kita uraikan menjadi komponen timur barat (x), utara selatan (y) dan vertikal (z). Semua komponen itu harus digunakan agar lebih akurat," katanya.
Bagus menuturkan, kedalaman dan besarnya energi di pusat gempa yang terjadi di Kebumen tidak memenuhi syarat terjadinya tsunami. Menurutnya, tsunami akan terjadi jika kedalaman pusat gempa kurang dari 10 kilometer dengan kekuatan di atas 7 skala richter. Dan panjang amplitudo bodywave minimal 40 detik.
Selain itu Dosen Geofisika ITS Surabaya itu mengatakan, gempa yang terjadi akibat pertemuan lempeng Indo Australia-Eurasia itu menyebabkan sisi benua menjadi naik. Bagus menjelaskan, saat terjadi gempa lempeng laut akan turun. "Di saat yang sama lempeng benua tidak akan diam dan melawan sehingga setiap kali terjadi gempa bagian tanah akan naik," ujarnya.
Bagus menambahkan, gempa yang lebih besar sewaktu-waktu bisa saja terjadi. Hanya saja kapan terjadinya tidak akan bisa diprediksi. "Kita bisa meramal tempatnya tapi kapan terjadinya itu tidak bisa. Kita hanya bisa tahu lokasinya saja," ucapnya.