REPUBLIKA.CO.ID, UTAH -- University of Utah menyelidiki "informasi yang bisa dipercaya" bahwa seorang perempuan di klinik kesuburan di Salt Lake City menjalani pembuahan buatan dengan sperma, yang bukan dari suaminya, dari seorang pekerja paruh waktu laboratorium.
Perguruan tinggi tersebut menyiarkan pernyataan yang mengatakan tak ada catatan di laboratorium yang sekarang ditutup itu, Reproductive Medical Technologies Inc, untuk membuktikan pernyataan perempuan tersebut, dan pegawai paruh-waktu itu meninggal pada 1999.
Wanita juru bicara University of Utah pada Jumat (10/1) tak bersedia memberi komentar yang lebih dari pernyataan tersebut --yang menyatakan universitas itu tidak memiliki atau mengoperasikan laboratorium tersebut. Tapi University of Utah memiliki kontrak dengannya bagi analisis sperma dan persiapan spesimen.
"Melalui pemeriksaan genetika, seorang perempuan yang menerima pembuahan buatan pada 1991 mendapati ayah kandung dari anaknya bukan suaminya, seperti yang telah ia kira," kata pernyataan universitas tersebut, sebagaimana dikutip Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu malam. "Ia melacak genetika anaknya ke seorang lelaki yang dulu adalah seorang pegawai laboratorium medis yang kini tak berfungsi itu, Reproductive Medical Technologies Inc."
Tiga pemilik klinik tersebut adalah fakultas atau staf di University of Utah, yang juga memiliki satu laboratorium yang berdekatan, dan pegawai yang spermanya terlibat juga bekerja paruh-waktu di laboratorium tersebut antara 1988 dan 1993, kata pernyataan itu.
Identitas ibu yang menjadi pusat penukaran sperma tersebut tidak disebutkan oleh universitas itu, tapi memberitahu stasiun televisi lokal KUTV di dalam satu wawancara perempuan tersebut mengungkap situasi itu melalui tes DNA yang telah ia lakukan terhadap keluarganya.
"Ketika saya mencocokan DNA suami saya dan putri saya, mereka tidak memiliki kesamaan DNA sama sekali dan saya berfikir, 'Ya, Tuhan!'," kata perempuan tersebut kepada KUTV. Stasiun televisi tersebut tidak mengungkapkan nama perempuan itu.
Perempuan tersebut --yang tidak diperlihatkan di TV-- memberitahu stasiun TV itu ia dan suaminya mendatangi laboratorium tersebut pada awal 1990-an, setelah ia menghadapi kesulitan untuk hamil dan putri mereka, yang sekarang berusia 21 tahun, dilahirkan pada 1992.
Universitas itu mengatakan perguruan tinggi tersebut tak bisa memastikan bagaimana sperma dapat ditukar, tapi mengatakan tak ada bukti bahwa ada pasangan lain yang terpengaruh.
Universitas itu menawarkan pemeriksaan gratis buat perempuan yang menerima pembuahan buatan di RMTI atau laboratorium milik universitas yang berdekatan antara 1988 dan 1993.