Ahad 24 Nov 2013 08:32 WIB

Tujuh Negara Ini Berambisi Ikut 'Perlombaan Senjata' Membuat Drone Tempur

Drone masa depan (ilustrasi)
Foto: thomlab.com
Drone masa depan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Tujuh negara Uni Eropa membentuk sebuah 'klub' untuk memproduksi drone tempur militer mulai tahun 2020.

Skema pembentukan itu disepakati di Brussels, Selasa (19/11), pada pertemuan Badan Pertahanan Eropa (EDA), lembaga think tank pertahanan dan mencakup Perancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Polandia dan Spanyol.

Menteri Pertahanan dari Kelompok-Tujuh itu menandatangani "letter of intent" yang menugaskan EDA untuk menyusun studi tentang produksi bersama drone Medium Altitude Long Endurance (MALE), yang dapat digunakan untuk menyerang sasaran militer atau untuk pengawasan kapal migran di laut Mediterania.

Dalam siaran persnya, EDA mengatakan bahwa "tujuan dari komunitas ini adalah untuk saling bertukar informasi serta untuk mengidentifikasi dan memfasilitasi kerja sama antara negara-negara anggota yang saat ini beroperasi atau berencana untuk mengoperasikan RPAS [Remotely Piloted Aircraft Systems]."

Direktur think tank pertahanan Eropa, Claude-France Arnould, mengatakan, "Mengingat situasi keuangan yang terbatas saat ini, upaya peningkatan pertahanan harus benar-benar efisien yang berarti dengan kerjasama dan sinergi."

Pejabat EDA lainnya, Peter Round mengatakan, "Ini merupakan senjata pertama  bagi kami untuk dapat mulai bekerja memproduksi RPAS versi Eropa."

Menteri pertahanan Prancis , Jean-Yves Le Drian mengatakan, "Jika Eropa berharap untuk mempertahankan kemampuan strategis, mereka harus mengumpulkan kapasitas dan kebijakannya dengan cara pragmatis."

Dia menyebut Kelompok-Tujuh itu "klub negara pengguna drone."

Keputusan EDA ini muncul menjelang pertemuan puncak Uni Eropa untuk pertahanan pada Desember mendatang.

Momen ini berdekatan dengan bergabungnya tiga perusahaan pertahanan Eropa; Dassualt dari Prancis EADS dari Prancis-Jerman, dan Finmeccanica dari Italia pada Juni lalu untuk memproduksi drone Eropa sesuai dengan versi mereka sendiri.

Sementara itu, Perancis, Yunani, Italia, Spanyol, Swedia dan Swiss juga telah bekerja untuk memproduksi drone "Euro-UCAV" bernama nEUROn, yang berhasil melakukan uji terbang pada bulan Desember 2012.

Perancis juga bekerjasa sama dengan Inggris untuk membuat drone siluman yang disebut Telemos yang diperkirakan akan terbang tahun 2018.

Untuk aplikasi sipil, Komisi Eropa juga mengembangkan drone pengawasan wilayah udara sipil Uni Eropa bekerja sama dengan Israel Aerospace Industries dan sebuah perusahaan yang berbasis di Austria, Diamond Airborne Sensing.

Kesempatan pertemuan EDA pada Selasa kemarin dimanfaatkan delapan negara Uni Eropa - Austria, Belgia, Republik Ceko, Denmark, Perancis, Italia, Spanyol dan Inggris - untuk membentuk kerja sama berikutnya dalam proyek "Joint Investment Programme on RPAS for Air Traffic Insertion." Sebuah proyek untuk mengintegrasikan drone dapat terbang bersama pesawat sipil.

Sementara itu, program drone MALE Uni Eropa dirancang untuk bersaing dengan perusahaan Israel dan AS yang telah meraup keuntungan dari pasar sekutu seperti Jerman, Perancis, Italia dan Inggris.

Keempat negara itu sudah terlibat secara mendalam dalam penggunaan drone menyerang target-target di Afghanistan, Afrika dan wilayah-wilayah konflik lainnya.

Para ahli robotika dan PBB telah menyuarakan keprihatinan tentang proliferasi drone.

Namun, Noel Sharkey, seorang ilmuwan yang bekerja di  militer Inggris, mengatakan tahun lalu bahwa China juga telah mengembangkan drone MALE, Pterodactyl, untuk tujuan ekspor.

Tapi kekhawatiran itu dinilai berdampak kecil terhadap pasar global drone, menurut konsultan pertahanan yang berbasis di AS, Teal Group, yang bernilai 5 miliar euro dan diperkirakan akan mencapai 9 miliar euro pada 2018.

EDA juga menyerukan "peningkatan kerjasama" oleh negara-negara Uni Eropa untuk meningkatkan kemampuan drone dalam pengisian bahan bakar udara-ke-udara, komunikasi satelit dan pertahanan serangan siber.

EDA juga mengingatkan betapa Eropaa sangat bergantung dengan AS dalam berbagai misi militer di Libya dan Mali.

"Operasi Terbaru telah menunjukkan kesenjangan kemampuan penting Eropa di bidang ini [pengisian bahan bakar udara]."

sumber : euobserver.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement