REPUBLIKA.CO.ID,SEOUL — Terlalu terbuka, terlalu penuh dan terlalu sulit. Demikian penilaian sejumlah pengguna di Korea Selatan dan Jepang mengenai Twitter. Hal ini membuat pengguna Twitter mulai berkurang di dua negara tersebut.
Ini persoalan serius bagi Twitter. Setelah menjual sahamnya untuk publik, Twitter menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari para pemegang saham baru dan analis investasi Wall Street. Harga 26 dolar AS per saham membuat nilai Twitter, yang selama ini tak pernah menghasilkan keuntungan, tiba tiba mampu meraup dana lebih dari 18 miliar dolar AS.
Memudarnya popularitas Twitter di beberapa bagian Asia, yang tadinya merupakan pasar dengan pertumbuhan terbesar untuk Twitter, menjadi kendala serius. Sekitar 25 persen dari 232 juta pengguna Twitter aktif ada di Asia.
Dipimpin oleh Jepang, Indonesia, Korea Selatan dan India, Asia merupakan daerah dengan pertumbuhan tercepat Twitter pada musim panas 2010. Namun dengan menurunnya pengguna Twitter di Korea Selatan dan Jepang, membuat pasar Asia tak semenarik seperti dulu. Apalagi sekarang beberapa negara mencoba melakukan terobosan dengan membuat jaringan sosial media sendiri. Kakao Corp di Korea Selatan dan Line Corp. dari Jepang, telah mengalami pertumbuhan pesat, membuat mereka menjadi pesaing untuk menjaring pengguna dan iklan. “Di Korea Selatan dan Jepang, jenis layanan jaringan sosial terbuka seperti Twitter dan Facebook kehilangan popularitasnya,” ujar Justin Lee, analis pesan dan permainan seluler pada BNP Paribas.
Di Cina, Twitter tetap diblokir. Namun India sudah membuka diri untuk Twitter. Hanya dalam hitungan dua tahun, pengguna Twitter di India sudah mencapai angka 27 juta pengguna. “Orang-orang di India baru terbuka terhadap Twitter,” ujar Karthik Srinivasan, kepala media sosial di Ogilvy & Mather di Bangalore. Kosep berinteraksi dengan orang asing daripada teman dan kolega masih baru di dalam masyarakat yang berorientasi keluarga tersebut.
Diperkirakan ada tujuh juta pengguna Twitter di Korea Selatan dan hanya satu juta diantaranya mengirim lebih dari satu tweet per bulan. Pada Agustus, 64 persen akun-akun Twitter yang ada di Korea Selatan tidak mengirim pesan dalam lebih dari enam bulan, naik dari 56 persen pada Desember tahun lalu.
Pengusaha Korea Selatan Richard Choi mengaku dirinya sudah tidak aktif di Twitter, beralih ke KakaoStory, aplikasi seluler seperti Instagram yang telah menjadi hit di negara itu.
“Twitter adalah untuk berita dan informasi, tapi banyak saluran-saluran lain untuk mendapatkan berita,” ujarnya.
Di Jepang, penurunan popularitas Twitter sebagian adalah karena media ini menjadi medan perang, dengan banyak pengguna anonim meluncurkan serangan pada mereka yang tidak mereka sukai atau yang pendapatnya berbeda.