REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesia mempunyai kebijakan sendiri terkait harmonisasi frekuensi 700 MHz untuk layanan seluler pita lebar generasi keempat (mobile broadband 4G) ataupun televisi digital setelah proses digital devidend.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gatot S Dewa Broto, ketika dihubungi ANTARA News di Jakarta Jumat malam mengatakan Pemerintah Indonesia mempunyai hak untuk menentukan skala prioritas terkait pengaturan frekuensi 700 MHz.
Sebelumnya, perwakilan International Telecommunication Union (ITU) dan Asosiasi GSM Internasional (GSMA) meminta Pemerintah Indonesia untuk mempercepat harmonisasi frekuensi 700 MHz sebelum 2014.
"Jika ITU dan GSMA komplain (terkait pengaturan frekuensi 700 MHz), itu bukan hak mereka karena ini ranah Indonesia. Mereka tidak berhak campur tangan," kata Gatot.
GSMA, menurut Gatot, sering mencoba imbau Pemerintah Indonesia terkait pengaturan frekuensi itu. "Pada 2008, perwakilan GSMA pernah datang ke Jakarta dan jumpa pers bersama saya. Mereka (ketika itu) meminta Indonesia untuk mempercepat LTE," kata Gatot.
Direktur Jenderal GSMA Anne Bouverot dalam ajang Mobile World Congress (MWA) di Barcelona Februari lalu, lanjut Gatot, juga berusaha membujuk Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring untuk mempercepat "digital devidend" di Indonesia.
"Wajar jika mereka (GSMA) mencoba mendesak karena orientasinya bisnis. Tapi kita tidak ingin diintervensi dengan segala cara," kata Gatot.
Digital Devidend merupakan migrasi penyiaran televisi analog ke televisi digital terestrial yang berdampak pada efisiensi pita frekuensi radio, termasuk di frekuensi 700 MHz.
Saat ini, penyelenggara siaran televisi analog di Indonesia masih menggunakan frekuensi 700 MHz.
Kemkominfo telah merencanakan periode simulcast, yaitu periode transisi dimana siaran analog dan siaran digital masih bisa bersiaran bersamaan. Transisi itu telah dimulai 2012 dan berakhir 2018.