REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan software keamanan komputer, Symantec, melaporkan bahwa kasus ancaman siber di dunia meningkat 42 persen pada tahun lalu.
Dari total serangan tersebut 24 persennya mengincar perusahaan manufaktur, 19 persen menyasar perusahaan keuangan, dan 17 persen menargetkan perusahaan kecil menengah.
Senior Director System Engineering and Alliances For Asia South Region Symantec Raymond Goh mengatakan, serangan siber yang berupa peranti lunak berbahaya (malware) dirancang untuk mencuri kekayaan intelektual atau informasi berharga perusahaan seperti strategi penjualan perusahaan dan data klien.
"Sebanyak 500 perusahaan terinfeksi tahun lalu dalam waktu 24 jam," katanya ketika menggelar jumpa media di Jakarta pada Kamis (18/4).
Masih tingginya angka korban serangan siber itu terutama disebabkan rendahnya kesadaran sumber daya manusia dalam perusahaan akan sistem keamanan.
Anti-virus tradisional atau tunggal tidak cukup kuat menangkis serangan siber, dan perusahaan-perusahaan harus memiliki anti-virus berlapis untuk menjaga datanya.
"Kalau hanya ada satu anti virus tidak cukup kuat, makanya harus ada anti virus tambahan untuk jaringan, Internet dan lain-lain," katanya.
Goh memberikan tips murah dan sederhana untuk mengatasi malware yaitu jangan pernah mengklik sebuah pesan surat elektronik yang berupa link Internet walaupun dikirim dengan nama teman dekat sekalipun karena cara itu umum digunakan oleh penyerang siber.
Namun, jika pengguna mengklik tautan tersebut, link itu akan cepat menginfeksi email bersangkutan. "Solusinya, pengguna harus mengonfirmasi terlebih dahulu ke teman bersangkutan (yang mengirimkan email) apakah benar mengirimkan pesan link," katanya.