REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah survei yang dilakukan Kaspersky Lab bersama B2B International menemukan bahwa sekitar 35 persen perusahaan di dunia tidak melindungi datanya dengan baik sehingga rawan diakses oleh siapa saja.
Survei yang melibatkan 5.000 manajer TI senior di seluruh dunia November tahun lalu itu, mendapati 35 persen perusahaan tidak menggunakan teknologi enkripsi untuk melindungi datanya sehingga mudah bocor, kata Kaspersky Lab dalam siaran persnya, Kamis (21/3).
Kegiatan mata-mata perusahaan dan kebocoran data yang tidak disengaja merupakan ancaman serius bagi bisnis, namun masih banyak perusahaan yang tidak melindungi informasi penting mereka dengan software keamanan.
Menurut data B2B International, jenis enkripsi yang banyak digunakan adalah "File and Folder Level Encryption" serta "Full Disk Encryption".
File and Folder Level Encryption adalah fitur yang bisa diandalkan untuk melindungi file dan folder penting bisnis, sedangkan Full Disk Encryption bisa menyembunyikan seluruh konten hard drive, termasuk file sementara (temporary).
Dengan menggunakan fitur enkripsi seperti itu, menurut Kaspersky Lab, para penjahat cyber akan membutuhkan waktu yang sangat lama dan komputer yang sangat kuat untuk bisa membuka enkripsi data.
Meski memiliki manfaat besar bagi perusahaan, 34 persen perusahaan masih belum menggunakan File and Folder Level Encryption dan bahkan 17 persen perusahaan sama sekali tidak memiliki rencana untuk menggunakan enkripsi data.
Hasil yang sama terlihat untuk Full Disk Encryption di mana dari seluruh responden hanya 36 persen yang sudah menggunakannya dan 18 persen responden sama sekali tidak memiliki rencana untuk menggunakan enkripsi data.
Hal ini jelas membahayakan keutuhan informasi perusahaan, termasuk data rahasia, dan konsekuensinya bisa sangat serius bahkan fatal, kata Kaspersky Lab.