REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemimpin Intelijen AS mengatakan serangan siber dan mata-mata di dunia maya telah menggeser terorisme sebagai ancaman tertinggi bagi keamanan Amerika Serikat.
Para pemimpin intelijen dalam pengarahan tahunan menyatakan keprihatinannya pada perkembangan teknologi komputer yang begitu cepat. "Dalam beberapa kasus, dunia menerapkan teknologi digital lebih cepat dari kemampuan kita memahami implikasi keamanan dan upaya pengurangan potensi risiko, " ujar Direktur Intelijen Nasional, James Clapper.
Dalam pertemuan tahunan itu, mereka menggarisbawahi setelah satu dekade perang Irak dan hampir dua tahun pembunuhan Osama bin Laden, serangan siber terhadap pemerintah menggantikan ancaman sebelumnya. Pada Senin lalu, Penasehat Keamanan Gedung Putih, Tom Donilon meminta Beijing berbicara dengan AS mengenai keamanan siber. Masalah tersebut dinilai berkembang ke hubungan ekonomi antara AS dan Cina.
Cina menyatakan bersedia memenuhi permintaan Donilon. Beijing akan berbicara dengan AS tentang keamanan siber.
Bulan lalu, perusahaan swasta yang bergerak dalam keamanan komputer di AS menyatakan militer Cina berada di belakang serangan siber ke sejumlah perusahaan AS. Cina membantah laporan tersebut dan justru menyatakan pihaknya sebagai korban mata-mata siber pemerintah AS.