REPUBLIKA.CO.ID, Memang, open source masih kalah pamor dibandong closed software seperti Windows, meski bila dibandingkan sistem open source lebih stabil dan relatif aman dari serangan virus. Alasannya sebagian besar orang cenderung lebih suka ‘disuapi’ dan hanya sebagian yang mau berupaya mengoprek, membaca, bertanya dan mendatangi forum-forum bila mengalami masalah dalam OS open source.
Open source juga bukan tanpa kritikan. Keluar sentilan dari kubu sesaudara, Free Sotware, bahwa open source secara filosifis tak mengusung nilai sesungguhnya gerakan kebebasan dalam software. Toh kebebasan di sini, menurut Free bukan berarti “bir gratis", melainkan kebebasan berbicara yang bertanggung jawab.
Komunitas yang menamakan diri Gerakan Free Software, lewat situsnya gnu.org, menyebut open source sebagai sempalan yang memisahkan diri pada 1998 dan dianggap hanya fokus pada pengembangan metodologi, bukan gerakan etika dengan sebuah ideologi.
Karena itu satu tokoh Free Software, Richard Stallman dalam satu essainya "Why Free Software” is better than “Open Source” menyebut banyak praktik open source yang bertolak belakang dengan filosofi dasar gerakan kebebasan dalam software. Stallman memberikan contoh kontradiksi penggunaan OS mobile Android besutan Google dalam ponsel cerdas masa kini.
Android sebagai OS ponsel, sebut Stallmand berani menyebut diri open source, tetapi pengguna tidak berhak untuk memodifikasi dan mengotak-atik software tersebut bila ingin memutakhirkan. Alih-alih, software terikat dengan perusahaan ponsel seperti Samsung sehingga tetap terkunci.
Google sebagai pengembang OS menyetor pemutakhiran ke Samsung dan perusahaan itulah yang menentukan gadget mana yang akan mengusung software terkini, seperti Samsung Galaxy Tab 7 dengan Gingerbread, lalu Samsung Galaxy Note 10.1 dengan Jelly Bean.
Kalau toh ada versi OS terbaru dari Google yang dilepas ke publik untuk diunduh, rilis akan menunggu dahulu kemunculan gadget terbaru si vendor yang sudah memiliki OS tadi. Bagi Stallman, cara itu tidak membebaskan.
Meski, dinilai menyimpang, kubu Free Software menyebut open source bukanlah musuh dan mengakui kontribusi mereka. Free Software memandang lawan utama tetap adalah proprietary software, yang lebih dikenal dengan sebutan closed software, produk keluaran perusahaan teknologi yang mereka sebut berorientasi kapitalis murni.
Merekalah yang dituding penganut garis keras antikebebasan software, sebagai biang munculnya ‘perilaku malas’ yang cenderung bergantung di kalangan pengguna komputer. ***