Rabu 06 Feb 2013 03:46 WIB

Software dan Kemerdekaan Pengguna‭ (1)

Dunia Open Source (ilustrasi)
Foto: Lin.OSS.Gov
Dunia Open Source (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Apakah menggunakan Linux itu menyeramkan? Pertanyaan ini wajar. Sebab informasi yang beredar di luar sana seseorang mesti tahu semua bahasa perintah dan mengetikkan simbol-simbol 'aneh' ke kotak hitam untuk bisa menjalankan sistem operasi berbasis open source ini.

Namun bagi‭ ‬Asalin Siregar,‭ ‬36,‭ ‬tahun,‭ ‬seorang jurnalis berbasis di Jakarta, Linux adalah OS andalannya. "Susah? Wah nggak tuh, asyik-asyik saja," ungkap Asalin membagi pengalamannya. Wajib dicatat, dia bukan jebolan teknik komputer. Bekalnya hanya otak-atik dan kemauan membaca. Plus jika kepentok, ia tak segan mencari informasi di internet.

Ia mengaku sudah mengoprek Linux sejak‭ ‬2008‭ ‬dan hingga kini ia sudah bergonta-ganti beberapa tipe.‭ ‬Distro pertama yang menghuni laptop andalannya adalah Mandriva,‭ ‬versi lanjutan dari Mandrake,‭ ‬salah satu dari anak cabang distro Red Hat.‭ ‬Tak puas karena menilai Mandriva kurang‭ ‘‬cekatan‭’  ‬dan kurang responsif ia pun beralih ke Open Susse tiga tahun kemudian.

Open Susse yang terkenal dengan lambang kodok hijau itu pun masih belum cukup membuat Asalin nyaman‭ ‬.‭ “‬Masih terlalu‭ ‬ribet,‭ ‬kurang simpel,‭” ‬ungkapnya menuturkan alasan mengganti Linux‭ ‘‬Kodok Hijau‭’ ‬yang sempat mendekam hampir setahun di komputer jinjingnya.

Setelah itu ia meloncat ke Ubuntu.‭ ‬Distro ini nyaris membuat Asalin tak ingin beralih lagi.‭ ‬Hingga suatu saat ia mengunduh paket pemutakhiran yang membuat tampilan dan sistem manajemen dekstop tak lagi 'berasa' Linux.‭

Lagi-lagi Asalin bermigrasi menuju Ubuntu Mint yang berbasis Debian,‭ hingga akhirnya ia memutuskan menggunakan Debian orisinal,‭ ‬versi yang ia sebut‭ ‘‬kakek para distro‭’‬.

"Saya sempat‭ ‬ngeper‭ ‬karena orang-orang di luar sana menggambarkan Debian sangat seram,‭ ‬bila bukan pakar bakal kesulitan menggunakan OS ini."

Maklum Debian kerap digunakan sebagai OS kelas server,‭ ‬bukan komputer dekstop atau komputer personal rumahan.‭ ‬Tujuannya memang untuk mengakomodasi tingkat kerumitan eksekusi program yang dibutuhkan superkomputer.

Ketika memakai Debian, Asalin mengaku juga tidak banyak pakai kotak terminal (gambar samping). "Malah sering poin dan klik seperti Windows,‭” ‬ujarnya terkekeh.‭ ‬Istilah‭ ‬poin klik‭ adalah sebutan jamak operasi ala Windows Microsoft.‭

Tak seperti Linux,‭ ‬Windows tidak menyediakan kotak terminal untuk melakukan input perintah-perintah eksekusi,‭ ‬melainkan telah menyediakan semua untuk pengguna demi alasan kemudahan.‭ ‬Alhasil pemilik komputer dengan sistem operasi Windows cenderung lebih sering menggunakan‭ ‬mouse untuk menunjuk dan mengklik tombol virtual bila ingin melakukan input perintah.

Sementara Linux dan kotak terminal adalah dua entitas tak terpisahkan.‭ ‬Saat ingin mematikan komputer dengan OS Ubuntu misal,‭ ‬pengguna bisa tak perlu mengangkat jari dari papan ketik berkat kotak terminal.‭

Mereka cukup menekan Ctr+Alt+T untuk membuka Terminal,‭ ‬lalu mengetikan perintah‭ ‬sudo su,‭ ‬pada baris input perintah dan enter,‭ ‬berikutnya memasukkan kata sandi plus enter untuk mengakses‭ ‬root‭ (‬password tak pernah tampil di layar namun terbaca‭)‬,‭ ‬lalu saat muncul baris lain perintah halt dimasukkan dan komputer pun segera mematikan diri.‭

Urutannya seperti ini

 :~$ sudo su

 :

 :halt

             

Sedangkan proses di Mandriva bahkan lebih sederhana lagi.‭ ‬Saat membuka kotak terminal,‭ ‬pengguna cukup mengetikkan‭

:‭ ‬#‭shutdown‭ ‬-h now

Bagi yang tak terbiasa,‭ ‬kotak terminal hitam tempat memasukkan input-input perintah tadi terlihat menyeramkan.‭ ‬Padahal bagi yang terbiasa mengetik,‭ ‬mematikan komputer bisa dilakukan lewat terminal tanpa sekalipun menyentuh mouse,‭ ‬jauh lebih cepat ketimbang‭ ‬poin-klik ala Windows.‭ ‬Itu pula satu alasan mengapa Asalin kepincut dengan Linux.‭

"Software ini sesuai dengan saya dan‭ ‬membebaskan‭ ‬karena saya tipe yang lebih suka mengetik ketimbang menggunakan mouse.‭ ‬Ada jeda berpikir ketika tangan saya beralih dari keyboard menuju mouse,‭ ‬dan saya tidak suka itu‭ ” ‬ungkapnya.‭

‬Saat membuka aplikasi lain ia pun dengan mudah menekan tombol-tombol‭ short cut yang sudah diaturnya karena fasilitas itu memang tersedia di Linux. (bersambung ke bagian 2)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement