Rabu 09 Jan 2013 08:49 WIB

Universitas Nigeria Temukan Obat Baru HIV/AIDS

Obat antiretroviral (ARV) salah satu andalan garis depan dalam pengobatan terhadap HIV/AIDS kini mulai berkurang kemampuannya setelah HIV menunjukkan tanda-tanda mutasi hingga mengalami kekebalan terhadap obat tersebut.
Obat antiretroviral (ARV) salah satu andalan garis depan dalam pengobatan terhadap HIV/AIDS kini mulai berkurang kemampuannya setelah HIV menunjukkan tanda-tanda mutasi hingga mengalami kekebalan terhadap obat tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengelola University of Benin (UNIBEN) di Nigeria, yang berada di Ibu Kota Negara Bagian Edo di wilayah selatan negeri tersebut, Selasa (8/1) mengumumkan penemuan obat herbal baru yang dapat mengalahkan HIV dan AIDS, dan mendesak penderita agar mencobanya.

Dekan School of Basic Medical Sciences, UNIBEN, Isaiah Ibeh, mengungkapkan obat herbal tersebut kepada wartawan. Ia mengatakan obat itu telah menjalani serangkaian ujicoba yang berhasil di laboratorium dan oleh ahli medis di Nigeria serta Amerika Serikat, tempat obat tersebut lulus dalam ujicoba yang lebih kritis.

"Obat retrovirus yang ada merupakan obat campur-tangan buat penanganan AIDS, tapi temuan baru kami adalah obat yang mungkin berhasil," ia menambahkan.

Menurut Ibeh, universitasnya telah berusaha meneliti obat herbal lebih dulu serta analisis toksiologinya dan menemukan bahwa itu memiliki margin aman yang besar sebelum mengungkapkannya kepada umum. "Ini berarti jika hewan atau manusia terpajan padanya, mereka takkan menderita bahaya serius sama sekali dari pajanan tersebut," katanya.

Universitas Nigeria itu juga mengaku telah memperoleh hasil yang menyegarkan dan mengungkapkan, setelah melakukan analisis bakteriologi terhadap obat tersebut. Setelah itu, universitas tersebut meneliti dampaknya pada virus itu.

"Obat tersebut telah memperlihatkan hasil baik pada pasien yang terserang virus HIV dan telah memperlihatkan bukti mengenai pemulihan total jaringan yang rusak. Hasilnya memperlihatkan peningkatan berat tubuh orang yang menggunakan DX," kata Ibeh.

Ia mengatakan ujicoba lebih lanjut sedang dilakukan guna memastikan tahap seorang pasien akan terbukti negatif setelah diberikan obat itu. Ia menjelaskan pengabsahan itu jadi perlu sebab itu lah yang digunakan untuk mengukur apakah infeksi masih ada atau tidak.

"Hasil awal memperlihatkan lima pasien paling akhir yang diberikan obat oral dalam waktu tujuh bulan, tiga di antara mereka memperlihatkan tanda negatif, sedangkan dua orang lagi masih positif," ia menjelaskan.

Pada saat yang sama, ia memohon pemerintah dan lembaga terkait lain agar membantu universitas Nigeria dengan menyediakan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan penelitia

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement