REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negeri ini memiliki sumber daya alam yang beragam. Kakao salah satunya. Tanaman ini menjadi salah satau komoditas perkebunan penyumbang ekspor tertinggi di Indonesia setelah kelapa sawit dan karet.
Biji kakao memang telah menjadi andalan dunia industri untuk meraup keuntungan. Biji kakao selama ini telah diolah menjadi beragam produk, terutama tentu saja coklat.
Namun bagi Dieni Mansur, tanaman kakao tidak hanya dimanfaatkan bijinya. Perempuan berusia 34 tahun ini, justru tertarik pada kulitnya. Ya, banyaknya limbah kakao setelah bijinya diambil untuk memproduksi coklat. Bagi peneliti di Pusat Penelitian Kimia, LIPI ini, memunculkan inspirasi tersendiri. Dia kemudian melakukan penelitian untuk memrodusi bahan kimia pembuat plastik dari kulit kakao.
Dari penelitiannya itu pula, Dieni akhirnya menjadi satu dari empat perempuan peneliti nasional yang memenangi L'Oreal Indonesia National Fellowship for Woman in Science. Dieni berhak mendapatkan hadiah Rp 75 juta yang dipersembahkan oleh L'Oreal bekerja sama dengan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Dieni meraih penghargaan untuk kategori material science. Menurutnya, dia memilih penelitian untuk teknologi baru dan terbarukan, yakni proses pirolisa dan katalik upgrade dengan memanfaatkan limbah biomassa kulit kakao sebagai bahan baku. ''Kulit kakao sangat mudah didapat di Indonesia. Itu alasannya mengapa saya memilih bahan baku itu,'' ujar Dieni di sela acara penganugerahan perempuan peneliti di Grand Melia, Jakarta, Selasa (11/12) malam.
Menurutnya, limbah terbesar dari industri kakao adalah kulit kakao. Setiap satu ton biji kakao, kata Dieni, menghasilkan 10 ton kulit kakao (berat segar).
Untuk menghasilkan bahan kimia berbasis biomassa, yang salah satunya menjadi bahan baku pembuat plastik, kulit kakao menjalani proses slow pyrolysis. Dari situ dihasilkan char, bio-oil, dan gas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Juga fraksi air sebagai limbah yang kemudian diubah menjadi keton alifatik dengan menggunakan katalis beso oksida.
Dari penelitian biomassa ini, Dieni berharap, akan bisa mendukung prioritas nasional pemerintaj untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi seluas-luasnya. ''Ini merupakan bagian konsep teknologi ramah lingkungan,'' ujarnya.