Rabu 19 Sep 2012 22:02 WIB

Pakar: Tsunami tak Selalu Ditandai dengan Surutnya Air Laut

Alat peringatan dini tsunami (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Alat peringatan dini tsunami (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,PADANG--Para pakar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Earth Observatory of Singapore (EOS) menyatakan, tsunami yang terjadi akibat gempa tidak selalu ditandai dengan surutnya air laut.

"Pemodelan tsunami yang sudah kami lakukan bersama rekan-rekan Institut Teknologi Bandung (ITB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan DKP menunjukkan bahwa air surut tidak terjadi," ungkap pakar dari EOS, Jamie Mc Caughey, saat Pelatihan Penyusunan Rencana Kontinjensi Mennghadapi Bencana Tsunami di Kota Padang yang dilangsungkan di Hotel Rocky Padang, Rabu.

Ia mengatakan, hal ini disebabkan karena ketika gempa terjadi, hampir seluruh dasar perairan di Barat Padang, langsung terangkat sehingga gelombang tsunami yang terbentuk langsung naik.

Hal itu diungkapkan, setelah adanya penelitian ilmiah terkait adanya kemungkinan terjadinya gempa dengan kekuatan 8,8 Skala Richter yang berpusat di patahan "Sunda Megathrust"yang terletak di antara Pulau Siberut dan Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Baat.

Gempa itu diperkirakan dapat memicu terjadinya tsunami besar pada suatu saat dalam kurun waktu yang tak bisa ditentukan, mulai dari sekarang hingga beberapa puluh tahun ke depan di wilayah Provinsi Sumatera Barat.

"Jika merasakan gempa kuat atau berlangsung lebih dari satu menit, masyarakat harus segera mengungsi dari daerah pesisir pantai atau ke dataran tinggi," ujar Jamie.

"Masyarakat disarankan agar tidak menunggu peringatan, sebab bisa jadi dapat merusak insfrastruktur komunikasi,'' ujarnya menambahkan.

Selain itu, jangan pergi ke pantai atau ke sungai untuk mengamati permukaannya karena terkadang tsunami besar datang tanpa air laut surut sebelumnya.

Hasil penelitian para pakar yang terdiri atas Prof. Danny Hilman Natawidjaja (LIPI), Prof Kerry Siech (EOS), Jamie Mc Caughey (EOS) dan Dr. Azhar Lubis (EOS) itu juga menunjukkan bebarapa skenario lainnya.

Di Kepulauan Mentawai, tsunami kemungkinan terjadi 1-2 menit atau 5-10 menit usai terjadinya gempa dengan ketinggian 5 - 15 Meter. Pergerakan daratan secara tegak lurus bisa ke atas atau ke bawah. Jika daeratan bergerak ke bawah, tsunami bisa lebih tinggi dan mencapai daratan lebih jauh selama 3 jam.

Sementara di Pesisir Barat Sumatera, termasuk Padang, Pariaman dan Painan, paparnya melanjutkan, tsunami kemungkinan terjadi 20-30 menit atau kurang dari 20 menit usai terjadinya gempa. Ketinggian tsunami diperkirakan 5-11 Meter atau lebih dan bisa menyapu daratan hingga beberapa Kilometer selama 3 jam.

"Dalam skenario, gempa bisa berlangsung 2-4 menit yang bisa merusak atau merobohkan banyak rumah dan gedung di Mentawai, dan sekitar Pesisir Barat Sumatera Barat termasuk Padang, Pariaman, Painan dan sekitarnya," ujarnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement