Kamis 05 Jul 2012 18:30 WIB

NASA Kirim Tim Pelajari Medan Magnet Matahari

Lapisan kromosfer yang berwarna merah tua karena suplai hidrogen yang sangat banyak di dalamnya bisa dilihat dengan mata telanjang saat gerhana.
Lapisan kromosfer yang berwarna merah tua karena suplai hidrogen yang sangat banyak di dalamnya bisa dilihat dengan mata telanjang saat gerhana.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pada 5 Juli meluncurkan misi Solar Ultraviolet Magnetograph Investigation atau SUMI untuk mempelajari medan magnet yang rumit dan selalu berubah di kromosfer Matahari.

"Yang baru dari instrumen ini adalah bahwa dia mengamati sinar ultraviolet, ketika yang lain hanya melihat inframerah dan cahaya lain yang terlihat," kata Jonathan Cirtain, ilmuwan di Marshall Space Flight Center NASA di Huntsville, Alaska.

"Semua panjang gelombang berhubungan dengan level paling rendah dari atmosfer Matahari, tapi SUMI akan melihat lokasi yang lebih tinggi di kromosfer," kata prinsipal peneliti SUMI itu.

Kromosfer, lapisan tipis di atmosfer matahari yang berada di atas fotosfer, merupakan area atmosfer Matahari yang paling sulit diamati.

Saat ini sudah ada instrumen di daratan maupun ruang angkasa untuk mengukur medan magnet Matahari namun keduanya masih terbatas melakukan pengamatan khusus pada permukaan Matahari atau atmosfer saja, tak bisa melihat lapisan Matahari yang menjadi amatan SUMI.

Untuk mengukur medan magnet kromosfer, SUMI akan mengamati sinar ultraviolet yang dipancarkan dari dua tipe atom Matahari yakni Magnesium 2 dan Karbon 4.

Pengukuran cahaya itu memungkinkan para ilmuwan mengukur mengukur kekuatan dan arah medan magnet kromosfer serta menciptakan peta medan magnet tiga dimensi dari kawasan itu.

Upaya untuk mempelajari struktur medan magnet di kawasan kromosfer akan memungkinkan para ilmuwan memahami bagaimana korona--bagian paling luar dari atmosfer Matahari-- terpanaskan dan bagaimana angin surya terbentuk.

"Dengan pengetahuan dari misi SUMI, kita bisa melanjutkan pembangunan instrumentasi yang akan membantu kita memahami proses pembentukan pijar surya dan lontaran massa korona (Coronal Mass Ejections/CME's) serta membantu kita memprediksi cuaca angkasa," demikian Cirtain.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement