Kamis 14 Jun 2012 11:01 WIB

Absurditas Sistem Paten Software di Amerika Serikat (3)

Praktik para paten troll (ilustrasi)
Foto: downloadsquad.switched.com
Praktik para paten troll (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi banyak perusahaan lebih kecil, paten piranti lunak benar-benar memiliki ancaman nyata. Tahun lalu, sejumlah pengembang software Inggris mulai menerima surat resmi dari sebuah perusahaan bernama Lodsys, yang memiliki seujmlah paten yang diklaim mencakup penggunaan ‘pembelian di dalam aplikasi’ yakni ketika anda membeli fungsi ekstra di dalam sebuah program.

Lodsys tidak membuat atau menulis piranti lunak. Ia memang didirikan untuk menghasilkan duit dari paten-paten yang dimiliki. Menurut istilah jamak dunia perpatenan, perusahaan macam Lodsys ialah ‘patent troll’. Bila anda kerap membaca kisah fantasi, troll ialah raksasa besar dengan otak kecil. Sosok ini pernah muncul pula dalam film "Harry Potter".

Dijuluki troll, karena perusahaan itu memang punya otot besar namun bersikap seperti orang tak berpikir. Ia menggugat sana-sini bukan untuk melindungi hak cipta atau melakukan inovasi, melainkan semata-mata demi meraup keuntungan lewat pembayaran paten baik lewat ancaman  atau gugatan di pengadilan.

Bagi pengembang piranti lunak independen, yang kerap hanya berupa perusahaan terdiri dari satu hingga lima staf,  sistem paten absurd  ala AS tak memberi mereka kesempatan. Bila mereka menarik perhatian para troll paten yang berulah,  perusahaan kecil mereka bisa sama sekali terdepak dari teritori bisnis.

Itu benar-benar terjadi tahun lalu, ketika Lodsys menembakkan ancaman kepada para pengembang piranti lunak lokal yang mengisi aplikasi mobile baik di Apple maupun Android Google. Sejumlah pengembang asal Inggris tanpa ba bi bu langsung menarik aplikasi mereka dari penjualan di App Store dan Google Android Market ke konsumen AS, alih-alih menghadapi paten Lodys.. Di luar AS, paten tidak dianggap dan tidak bisa jadi landasan gugatan hukum, namun transaksi di AS, paten bisa jadi target empuk.

“Bagi perusahaan-perusahaan kecil yang diserang Lodsys, hal rasional yang bisa dilakukan ialah membayar tuntutan, terlepas dari apakah mereka meyakini salah atau tidak,” ujar penulis makalah mengenai masalah seputar paten piranti lunak yang membayangi pengembang, Timothy Lee.

Alasannya sederhana, mereka tak memiliki pundi-pundi cukup untuk menyewa pengacara demi mempertahankan diri dari gugatan paten--yang bisa jadi lebih mahal ketimbang membayar tuntutan--si troll, Lodsys. “Kini pun hampir mustahil bagi setiap pengembang software untuk tahu apakah mereka bakal melanggar paten orang lain,” ujar Lee. Itu terjadi karena sulit mengetahui apa yang harus dicari, tak seperti pakar kimia dengan formula baru, yang bisa mengajukan paten demi melindungi kreasinya.

Peneliti postdoktoral Universitas Yale, Christina Mulligan yang juga menulis makalah itu bersama Lee, menyatakan paten sungguh mengancam keterbukaan web. “Para pemilik paten bahkan bisa menggugat perusahaaan lain karena praktek gamblang seperti menggunakan file-file jpeg dan mentransmisikan data yang diketik ke dalam situs-situs online.”

Dengan mengunci balok-balok utama dasar pembentukan internet dan proses nyata dari pembangunan software , maka paten menghalangi arus kebebasan informasi dan meningkatkan risiko keuangan hanya karena seseorang melakukan aktivitas sederhana, yakni memiliki sebuah situs online.

Seperti yang didiskusikan dalam makalah mereka yang berjudul “Scaling the Patent System”, penulis piranti lunak dan pengembang web, tidak bisa menemukan semua paten yang relevan dengan proyek mereka, meski mereka mencoba. Alhasil mereka maju terus dengan risiko dilimpuhkan gugatan paten bila ke depan proyek ketahuan para troll dan tersangkut ulah mereka.

Uang yang dihabiskan dalam paten, baik untuk mendapatkan atau untuk diajukan sebagai gugatan hukum, menurut Lee dan Mulligan, hanya memperburuk upaya produktif. “Berbagai sumber daya yang seharusnya bisa menghasilkan lewat riset dan pengembangan akhirnya dihabiskan untuk belanja paten.” ujarnya.

 Google misal buru-buru mengakuisi Motorola Mobility sebesar 12,5 milyar dolar untuk mengejar posisi aman setelah Microsoft dan Apple membelanjakan 4,5 milyar dolar demi membeli 6 ribu paten dari Nortel Network. Milyaran dolar itu, menurut Mulligan, seharusnya bsia digunakan untuk mengembangkan dan menciptakan produk baru.

Praktik absurd itu, ujar Lee, juga menghambat pengembangan di masa depan, “Kesuksesan internet selama ini secara krusial bergantung pada standar bebas royalti dan keterbukaan, yang memungkinkan siapa pun menciptakan dan mendistribusikan piranti lunak internet.” paparnya. Produk-produk piranti lunak bebas atau freeware, seperti (browser berbasis open source) Mozilla Firefox dan (sistem operasi open source gratis) server web Apache, terbukti sangat penting bagi keberlangsungan dan kesuksesan web terbuka.

Ancaman paten piranti lunak terhadap web terbuka lebih jelas dalam kasus video. Web saat ini, menurut Lee, mulai beralih dari video berbasis Flash yang merupakan produk hak cipta dilindngi menjadi standar video terbuka. Standar ini lebih disukai banyak perusahaan, termasuk Apple dan Microsoft. Pasalnya format video berbasis web dengan kode H.264 memiliki nomor paten sah sehingga sulit bagi pengembang freeware seperti Firefox untuk mendukungnya. Google dan Mozilla sejauh ini lebih mendukung standar WebM, yang hanya sedikit memiliki masalah paten.

Kembali ke masalah perusahaan kecil yang digugat para troll, Lee dan Mulligan menyebut sikap mereka yang mengikut tuntutan bisa jadi berdasar logika keuangan. Seperti perusahaan yang disurati Lodsys, mereka biasanya dipukul rata, diminta membayar 2,5 persen dari pendapatan.

Salah satu pengembang Inggris yang menolak disebut namanya, dan pernah ditarget oleh Lodsys, mengatakan ia pernah mempertimbangkan mendatangi perusahaan yang menggunakan sumber massal untuk menemukan ‘prior art’ yang bisa membatalkan keabsahan paten-paten Lodsys. (seperti yang dilakukan Yahoo, Google dan Amazon dengan mendatangkan Barners-Lee ketika digugat Eolas).

“Demi mendapatkan prior art, perusahaan bisa mengeluarkan 25 ribu dolar,” ujarnya. Alternatif lain pun ditempuh, perusahaan itu melakukan kesepakatan dengan Lodsys yang berongkos lebih murah. Pembayan itu menjadi preseden buruk. Lodsys semakin bebas mendatangi perusahaan lain untuk mengekstrak uang dari mereka.

Praktik itu, menurut Alex Frost, akhirnya tidak menghibur pengembang. “Ini bukan etos yang diharapkan dan juga alasan mengapa paten dimunculkan ratusan tahun lalu,” ujarnya. “Namun sebagai pengembang software kecil, anda mau tak mau harus terus waspada dan memiliki kecemasan ini.” (bersambung)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement