Selasa 08 May 2012 17:10 WIB

YLKI: Tuntaskan Kasus Sedot Pulsa dengan Pidana Korporat

SMS, ilustrasi
Foto: Antara
SMS, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengharapkan kasus sedot pulsa bisa ditangani dengan cepat tanpa harus melakukan kriminalisasi terhadap orang perorang.

''Karena kasus ini melibatkan korporat, maka pemidanaan kasus ini ya harus dengan pidana korporat, bukan pidana perorangan,'' kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Sudaryatno di Jakarta, Selasa (8/5).

Prinsipnya, kata dia, harus ada pihak yang dinyatakan bersalah dan bertanggungjawab. Selain penyelesaian secara pidana, YLKI menyatakan bahwa korban bisa mengajukan gugatan secara perdata.

Dalam konteks pidana korporat, hukuman yang akan dijatuhkan berupa denda. Lantas bagaimana dengan denda itu sendiri? Sudaryatno menyatakan idealnya denda dimanfaatkan untuk kepentingan pemberdayaan dan perlindungan konsumen. ''Siapa yang mengelola, ini yang masih belum jelas,'' katanya.

Terlepas dari soal pengelolaan denda untuk pemberdayaan dan perlindungan konsumen, Sudaryatno menyatakan bahwa pemidanaan seseorang dalam sengketa telekomunikasi seperti kasus sedot pulsa tidak tepat. ''Di berbagai negara juga tidak dijumpai kasus seperti ini. Denda umumnya dijatuhkan kepada operator yang melakukan pelanggaran,'' katanya.

Diminta tanggapannya mengenai pengaduan konsumen terhadap layanan telekomunikasi, Ia menyatakan bahwa kasus yang sama banyak dijumpai di sejumlah negara. Di Indonesia, tahun 2011 YLKI menerima 525 pengaduan konsumen. ''Sebanyak 28 persen atau 147 pengaduan berhubungan dengan layanan telekomunikasi, termasuk kasus sedot pulsa,'' ujarnya.

Di Malaysia, National Complain Centre mencatat ada 24.000 pengaduan. '' Pengaduan yang berhubungan dengan telekomunikasi ada sekitar 1.721 pengaduan atau 6,9 persen,'' paparnya. Di Hongkong, Hongkong Consumer Council menerima 34.142 pengaduan, sebanyak 26,7 persen atau 9.016 pengaduan berhubungan dengan masalah telekomunikasi.

Pengaduan atau keluhan mengenai masalah telekomunikasi banyak dijumpai di berbagai negara. Keluhan umumnya berhubungan dengan charging (tarif yang dikutip) atau SMS spam. ''Hal yang sama juga dijumpai di Indonesia. Kalau sedot pulsa terkait dengan SMS premium hanya ditemukan di Indonesia,'' katanya.

Ihwal penyelesaian sengketa, Sudaryatno menyatakan bahwa kasus-kasus telekomunikasi tidak dibawa ke ranah pidana. ''Diberlakukan mekanisme denda. Operator yang melakukan kesalahan atau pelanggaran dihukum denda. Model ini selayaknya diterapkan di Indonesia,'' katanya.

Belajar dari kasus sedot pulsa, YLKI mendesak pemerintah segera membuat regulasi yang tegas mengenai konten. '' Di luar Indonesia tidak terjadi seperti ini, karena aturan main sangat ketat, sehingga operator dan CP tak berani main-main,'' katanya.

Regulasi di Indonesia disebutnya masih longgar. Ini yang kemudian membuka peluang CP bermasalah dari luar masuk ke Indonesia. ''CP yang ditendang dari Malaysia bisa masuk ke Indonesia lalu menimbulkan masalah. Kalau rambu-rambu jelas dan tegas, kasus sedot pulsa tak akan terjadi,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement