Selasa 08 May 2012 15:21 WIB

Pakar: Tak Perlu Keahlian Khusus untuk Selesaikan Kasus Sedot Pulsa

Mengirim SMS lebih populer dibanding percakapan telepon di Amerika.
Mengirim SMS lebih populer dibanding percakapan telepon di Amerika.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Penanganan kasus sedot pulsa, sebenarnya simpel. Tidak perlu keahlian khusus dalam menyelesaikan masalah itu.

Pandangan ini dilontarkan Pengajar FT Elektro Universitas Indonesia, Dr Ir Gunawan Wibisono, Msc. ''Di negara lain seperti Jepang, masalah dalam telekomunikasi cukup dilaporkan kepada yayasan lembaga konsumen, bukan kepada regulatornya,'' kata Gunawan pada diskusi mengenai Penyelesaian Penyedotan Pulsa di Jakarta, Selasa (8/5).

 

Karena itulah Gunawan Wibisono heran, mengapa BRTI tidak bisa menyelesaikan kasus yang sederhana ini, dan tidak ada solusi sampai sekarang. Bahkan kasus ini dibawa ke ranah pidana dan ditangani Mabes Polri.

Sebaliknya, kata Gunawan, BRTI justru mematikan bisnis penyedia konten. Ia menujuk terbitnya Surat Edaran BRTI NO 177 Tahun 2011 agar operator menghentikan layanan SMS premium. Layanan yang kemudian diinterprestasikan beragam kalangan operator dan berujung pada keengganan operator menyediakan layanan konten berbasis SMS.

Menurut Gunawan setelah diterbitkan SE 177/2011 seharusnya pemerintah melanjutkannya dengan membuat regulasi yang mendorong tumbuh kembangnya bisnis penyedia konten dengan meneliti bottle neck nya. ''Bukan membunuh tikus dengan membakar lumbungnya, seperti yang terjadi sekarang ini,'' kata Gunawan.

Mantan anggota BRTI, Kamilov Sagala yang dihubungi terpisah juga menyesalkan sikap BRTI yang cenderung membiarkan kasus sedot pulsa dan menyerahkan masalah itu ke polisi. '' Ini sebenarnya bisa diselesaikan BRTI, mereka memiliki wewenang untuk itu,'' kata Kamilov.

Kamilov yang juga Direktur Kebijakan Publik Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) mengungkapkan kasus sedot pulsa merupakan kasus biasa di bisnis yang mestinya dapat diselesaikan oleh BRTI sejak awal.

 

“Selama ini langkah penyelesaian yang diambil cenderung kurang tepat sasaran dan komprehensif, malah ada upaya kriminalisasi personal. Sangat disayangkan langkah penyelesaian yang diambil malah mematikan industri kreatif sehingga menyebabkan PHK massal serta efek multiplayer yang luar biasa,” ujarnya.

 

Kamilov melihat BRTI lambat mengantisipasi munculnya kasus sedot pulsa, karena kalau fungsi dan tugasnya dijalankan dengan efektif maka kasus sedot tidak akan terjadi atau akan sangat minim terjadi.

 

Regulator, tambahnya, juga dianggap melakukan pembiaran terjadinya kriminalisasi oleh penyidik Polri padahal secara nyata UU telah mengatur adanya sanksi administratife (SE 177) dan penyelesaian kerugian konsumen melalui penyelesaian hukum perdata (ganti rugi).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement