Ahad 06 May 2012 03:12 WIB

Jangan Kaitkan Supermoon dengan Bencana

Supermoon, kondisi di mana bulan purnama penuh akan terlihat lebih besar dan lebih terang ketimbang purnama lain, hingga mencolok saat berada di cakralawal
Foto: 9news.com
Supermoon, kondisi di mana bulan purnama penuh akan terlihat lebih besar dan lebih terang ketimbang purnama lain, hingga mencolok saat berada di cakralawal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan yang bulat dan seolah tampak besar serta bersinar keemasan (supermoon) pada Sabtu malam jangan dikait-kaitkan dengan ramalan akan datangnya bencana, kata pakar astronomi Thomas Djamaluddin.

"Tidak ada dampak apa pun," kata Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) tersebut yang dihubungi dari Jakarta, Sabtu malam.

Menurut dia, astronomi tak mengenal istilah supermoon, selain itu astronomi juga tak pernah mengaitkannya dengan bencana.

Istilah supermoon dan kaitannya dengan bencana, urainya, hanya ada dalam astrologi, dan astrologi adalah pemahaman bahwa posisi benda-benda langit berpengaruh pada nasib kehidupan manusia di bumi.

"Namun astrologi bukanlah cabang sains, sedangkan astronomi adalah cabang sains atau ilmu pengetahuan yang mempelajari gerakan dan kondisi fisik benda-benda langit," katanya.

Sesungguhnya, ujarnya, puncak purnama terjadi pada Minggu pagi 6 Mei pukul 10.35 WIB dengan perigee (jarak terdekat) bulan dengan bumi terjadi pada pukul 10:34 WIB pada jarak 357.000 km, 27.000 km lebih dekat dari rata-ratanya 384.000 km.

Menanggapi supermoon, ia juga mengatakan, orang awam sebenarnya sulit melihat penambahan ukuran dan kecerlangan bulan di saat purnama terdekat tersebut.

"Mengapa gambar-gambar di internet menampakkan bulan tampak besar sekali? Sebenarnya itu hanya efek relatif perbandingan bulan dan objek latar depan," ujarnya.

Menurut dia, kejadian jarak bulan terdekat dengan bumi (perigee) adalah peristiwa bulanan, dimana periodenya sekitar 27,3 hari. Sedangkan peristiwa purnama juga kejadian bulanan dengan periode sekitar 29,5 hari.

Karena perbedaan periode ini, perigee tidak selalu bersamaan dengan purnama, tambahnya. Peristiwa perigee yang bersamaan dengan purnama, baru akan berulang lagi setelah 18 tahun, yaitu kelipatan 241 x 27,3 hari yang sama dengan 223 x 29,5 hari.

Bulan pada posisi paling dekat dengan bumi, urainya, memang berdampak pada makin menguatnya efek pasang surut di bumi, terutama pada air laut.

"Air laut akan makin tinggi dalam kondisi ini. Bila itu bersamaan dengan purnama, ada efek penguatan juga dari gaya pasang surut matahari, sehingga efek pasang surut cenderung paling kuat. Tapi bukan berarti bencana," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement