REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah diminta bersikap tegas dalam penataan frekuensi, termasuk penataaan frekuensi 2.1 Ghz yang dialokasikan untuk mendukung layanan 3G.
''Peerintah harus tegas, agar penataan frekuensi bisa berjalan dengan mulus dan cepat,'' kata Sekjen Masyarakat Telematika (Mastel), Mas Wigrantoro Setiajdi, di Jakarta, Senin (30/4) pada acara XL Award 2012 yang juga dihadiri Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Telekomunikasi, Muhammad Budi Setiawan.
Mas Wigrantoro menyampaikan pandangan menanggapi masih belum bersihnya kanal 12 di frekuensi 2.1 Ghz karena frekuensi ini menjadi buffer guard sebuah operator telekomunikasi. Karena belum bersih tadi rencana pemerinrah membuka tender kanal 11 dan 12 mundur.
Budi Setiawan sendiri membenarkan bahwa rencana tender bulan Maret mengalami penundaan karena kanal 12 belum bersih. ''Kami maunya kanal itu ditender setelah bersih,'' kata Budi Setiawan. Karena belum bersih tadi, tender ditunda.
Sampai kapan penundaan akan berlangsung, Budi Setiawan tidak memberikan jawaban yang tegas. ''Pokoknya setelah bersih dilakukan tender,'' kilahnya.
Sekjen Mastel mengingatkan bahwa proses pembersihan kanal bisa berlangsung lama. ''Bisa saja sampai akhir tahun 2012 belum juga bersih. Ini artinya tender mundur lagi,'' katanya.
Salah satu cara yang bisa ditempuh pemerintah adalah memindahkan operator yang menyebabkan inferensi ke frekeuensi lain. ''Soal ini pemerintah sudah memiliki pengalaman. Dulu Flexi dan StarOne dipindahkan dari frekuensi 1900 Mhz ke 800 Mhz. Sekarang tentu saja pemerintah bisa melakukan hal yang sama,'' kata Mas Wigrantoro.
Mengenai perlunya pemerintah membuka tender 3G pada kanal 11 dan 12, Mas Wig menilai bahwa tambahan kanal telah menjadi kebutuhan operator saat ini. ''Kebutuhan sangat mendesak, karena kapasitas operator telah mendekati titik kritis,'' kata Mas Wig. Bila ini dibiarkan, tentu saja akan mempengaruhi layanan operator.
''Sebentar lagi Idul Fitri. Menjelang Idul Fitri akan ada drive test.Bila kondisi dibiarkan, bakal ada operator yang tidak mampu memberikan standar operasional layanan sebagaimana diatur Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI),'' katanya. Hal ini, tentu saja, menimbulkan masalah.
Tentang kapasitas jaringan yang telah mendekati titik kritis, dibenarkan Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi. ''Trafik terus mengalami peningkatan. Teorinya, dengan frekuensi 2G dan 3G yang kami miliki, kami bisa memberikan layanan yang baik,'' kata Hasnul.
Namun dalam kenyataanya, teori beda dengan fakta. Frekuensi 2G dan 3G telah dimanfaatkan secara optimal, bahkan dalam batas-batas tertentu telah penuh. '' Dampaknya ada gangguan layanan seperti drop call. Kami memang membutuhkan tambahan kanal,'' kata Hasnul.
Dengan tambahan kanal, kata Hasnul, operator akan memiliki kapasitas jaringan yang lebih besar lagi. Dengan kapasitas yang ada diharapkan pelayanan kepada pelanggan semakin baik lagi.