REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesia menempati urutan ketujuh dari 32 negara di dunia dalam hal penggunaan software ilegal atau tanpa lisensi berdasarkan riset Business Software Alliance (BSA) dan Ipsos Public Affairs pada 2010.
"Riset ini dilakukan berdasarkan sisi perilaku pengguna dan kurangnya penegakan hukum dalam hal penggunaan software ilegal, dan menghasilkan Indonesia berada di urutan ketujuh terhadap penggunaan software ilegal tanpa lisensi dari 32 negara di dunia," kata Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti-Pemalsuan (MIAP), Justisiari P Kusumah, di Jakarta, Kamis.
Justisiari yang juga Kuasa Hukum BSA Indonesia itu mengatakan, BSA melakukan survei kepada 400-500 responden di 32 negara. Hasil lain menunjukkan secara global, berdasarkan hasil riset BSA sebanyak 47 persen pengguna komputer pribadi di dunia menggunakan software ilegal.
"Lebih jauh lagi, saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-11 dengan jumlah pemakaian software ilegal atau bajakan sebesar 87 persen," katanya.
Hal itu berdasarkan tingkat pemakaian software ilegal/bajakan, IDC (International Data Corporation), dalam 2010 Piracy Study yang dirilis pada Mei 2011.
Sementara itu, Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian Indonesia yang dilakukan oleh Masyarakat Indonesia Anti-Pemalsuan (MIAP) dan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) pada 2010 menyatakan produk software palsu menjadi salah satu produk yang banyak digunakan oleh konsumen Indonesia sepanjang 2010, yakni sebesar 34,1 persen.
"MIAP sebagai salah satu komponen masyarakat merasa ikut bertanggung jawab untuk menyosialisasikan fakta bahwa dengan adanya peredaran dan penggunaan barang palsu dan barang bajakan secara langsung telah menyebabkan kerugian negara serta hilangnya kesempatan kerja," katanya.
Menurut dia, argumen yang mengatakan kegiatan pemalsuan dan pembajakan telah menolong perekonomian negara dan menciptakan lapangan kerja merupakan argumen yang tidak valid.
"Hal itu karena jelas dari hasil studi justru kegiatan tersebut telah membawa dampak negatif yang lebih luas," demikian Sekjen MIAP, Justisiari P. Kusumah.