Jumat 30 Dec 2011 19:04 WIB

Tangkal Hacker, Cina Perkuat Keamanan Internet

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah China tengah bekerjasama dengan mesin-mesin pencari domestik seperti Baidu Inc dan Sohu.com, serta lembaga-lembaga keuangan untuk mencegah serangan phishing terhadap para pengguna internet di Cina.

Kementerian Keamanan Publik, Jumat, mengatakan pihaknya akan bekerjasama dengan 10 perusahaan mesin pencari online China untuk melindungi laman lembaga-lembaga keuangan demi memperkecil peluang para pengguna internet ditipu oleh lamana-laman phishing.

Serangan phishing terjadi manakala pengguna diajak untuk berbagi namapengguna (username) dan kata sandi lewat sebuah laman palsu yang menyerupai laman aslinya.

Melalui sebuah kolaborasi, laman-laman resmi sejumlah bank di China seperti Agricultural Bank of China dan China Construction Bank akan diperingkatkan pertama di mesin pencari ketika seorang pengguna mencari kata kunci terkait, kata Kementerian dalam pernyataan onlinennya seperti dikutip Reuters, Jumat.

Upaya ini ditempuh setelah sejumlah data pribadi dibobol sehingga mendorong adanya tuntutan untuk memberlakukan aturan lebih ketat mengenai siapa yang mengakses informasi online.

China disebut sebagai pengguna internet terbesar di dunia dengan jumlah pengguna 485 juta.  Meskipun sensor dan pengawasan begitu ketat, namun banyak orang yang angkat tangan terhadap pembobolan data dan implikasinya.

ID pengguna, kata sandi dan alamat email dari sekitar 6 juta akun yang terdaftar di  CSDN --laman untuk para programer-- telah dibobol, lapor kantor berita Xinhua pekan lalu, seraya merujuk sebuah penyedia piranti lunak antivirus yang pertama kali menemukan masalah itu.

Laman jejaring sosial yang populer di China, Tianya, juga diserang oleh serangan pembobolan ini.

Koran The Global Times, Jumat, menggambarkan keamanan Internet di China "sangat berbahaya" dengan menyebut pembobolan dokumen online itu sebagai sirene peringatan untuk warga China.

Kementrian Industri dan Teknologi Informasi mengatakan akan menyelidiki insiden-insiden peretasan tersebut.

China secara luas disangka sebagai muasal serangan peretasan atas laman-laman milik pemerintah dan komersial di seluruh dunia, namun para pejabat China berulangkali membantah bahwa pemerintah dan militernya berada di balik serangan online itu.

China sendiri melarang sejumlah laman asing, termasuk Facebook, Twitter dan YouTube serta sejumlah outlet media asing karena mengkawatirkan sistem berbagi konten gambar dan informasi menyebabkan ketidakstabilan sosial dan mengganggu keamanan nasional.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement