Kamis 23 Jun 2011 15:38 WIB

Bisnis eMoney Operator Bikin Perbankan Panik?

Rep: fitria andayani/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Tren uang elektonik (e-money) yang dikelola oleh operator seluler dikhawatirkan mempersempit peran bank sebagai penyedia layanan transaksi keuangan. Penggunaan uang elektronik sebagai alat pembayaran terus tumbuh. Hingga 2011 setidaknya terdapat 10 juta kartu dan HP yang dipakai sebagai alat pembayaran.

Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI), Gatot M Suwondo menyatakan,saat ini umumnya masyarakat Indonesia telah melek teknologi bahkan mulai tergantung. “Hal ini membuat cara bertransaksi pun mulai bergerser,” katanya, Kamis (23/6).

Tidak lagi harus ke bank menyetor uang atau saling bertukar uang tunai. Cukup melalui ATM bahkan yang lebih mutakhir dengan menggunakan telepon genggam. Dulu transisi penggunaan ATM butuh waktu 10 tahun. “Untuk penggunaan telepon genggam untuk alat pembayaran tentu akan lebih cepat,” katanya.

Namun ditakutnya, bila kecenderungannya ini tidak ditata dengan baik, ditakutkan fungsi perbankan akan hilang. “Dana murahnya kan ada dari pelayanan transaksi keuangan,” katanya. Oleh karena itu perlu ada aturan main yang jelas tentang transaksi keuangan elektronik. Terutama dalam hal jenis dan jumlah transaksi yang dapat dilakukan.  “Misalnya diatur transaksi paling banyak Rp 50 ribu dan hanya untuk bayar yang kecil-kecil kayak beli minuman,” katanya.

Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran BI, Ronald Waas, menyatakan bank seharusnya tidak perlu khawatir dengan kecenderungan tersebut. Ronald menyatakan, uang elektronik mulai banyak digunakan sejak 2007. “Pada tahun tersebut terdapat 400 ribu kartu dan telepon genggam yang dipakai sebagai alat pembayaran,” katanya.

Angka itu kemudian bertambah pada 2009 menjadi 3 juta alat. “Hingga April, jumlahnya sudah mencapai 10 juta alat,” katanya. Alat pembayaran elektronik tersebut diterbitkan oleh 11 perusahaan. “Enam penerbit adalah bank. Sedangkan lima lainnya merupakan institusi di luar bank, di mana 4 di antaranya adalah provider telekomunikasi,” katanya.

Rata-rata terdapat 95 ribu transaksi yang menggunakan uang elektronik dengan nilai Rp 1,9 miliar per hari. “Memang masih kecil nilainya ketimbang transaksi yang dilakukan melalui Real Time Gross Settlement (RTGS) lewat bank,” katanya. Untuk RTGS, setiap harinya terdapat 60 ribu transaksi dengan nilai Rp 215 triliun. “Jadi sebenarnya bank tidak perlu terlalu khawatir,” ujarnya. Selain itu, transaksi melalui ATM debit mencapai Rp 2.000  triliun. “Dari sana terlihat kalau fungsi bank masih sangat besar,” katanya.

Menurut Waas sudah ada pembatasan transaksi elektronik yang dilakukan oleh Bank Indonesia.  “Transaksi ini hanya boleh digunakan untuk skala mikro maksimal Rp 5 juta dan tidak boleh lebih dari Rp 20 juta dalam satu bulan,” katanya.

Untuk transaksi hingga Rp 1 juta, pelanggan tidak perlu melakukan registrasi. Sementara transaksi dengan nilai nominal Rp 5 juta harus registrasi lebih dahulu. “Ini adalah permintaan PPATK agar semuanya diregistrasi untuk menghindari terjadinya money laundry,” katanya.

Transaksi elektronik juga diatur di dalam UU ITE. “Memang tidak disebutkan secara eksplisit tentang masalah uang elektronik. Namun disebutkan transaksi elektronik,” katanya. Dalam peraturan tersebut transaksi elektronik tidak harus dilakukan oleh bank. “Namun dapat pula dilakukan oleh isntansi sepanjang mereka memiliki lisensi,” ujarnya.

Transaksi elektronik, kata Waas, harus diawasi dan dikendalikan. “Bagaimana pun potensi kejahatannya ada. Ini yang harus diantisipasi,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa penggunaaan uang elektronik ini dapat menjadi instrument BI untuk mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat. “Sehingga beban Bank Indonesia untuk menyediakan uang tunai makin sedikit. Ini salah satu solusi yang baik,” katanya.

Selain itu, tren uang elektronik inipun harus dimamfaatkan untuk mendukung program  keterjangkauan finansial (Financsial inclusion) yang digaungkan BI. “Daerah-daerah yang tidak mendapatkan layanan bank, bisa dibantu dengan transaksi uang elektronik dengan menggunakan fasilitas operator telekomunikasi,” katanya. Dengan demikian, bank dan perusahaan telekonomunikasi dapat bersinergi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement