Rabu 22 Jun 2011 15:20 WIB

Perkenalkan Kamera Lytro, Ketika Fokus tak Perlu Dicemaskan dan Bisa Diatur Ulang

Hasil Jepretan menggunakan kamera prototipe Lytro
Foto: Lytro
Hasil Jepretan menggunakan kamera prototipe Lytro

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANSISCO - Sering kali kecewa dengan hasil fokus pada foto-foto anda? Atau merasa tak terlalu mahir mengatur fokus kamera? Kabar terkini, pemain pemula di pasar kamera, Lytro Inc, Rabu (22/6) bakal melempar produk terbaru dalam jajaran still camera atau kamera diam.

Apa istimewanya? Kamera ini mampu menghasilkan gambar yang dapat diatur ulang fokusnya oleh pengguna setelah imej dibuat!

Lytro mengatakan teknologi itu akan menawarkan pengguna satu paket manfaat terkait fokus dalam pengambilan gambar dan membuat pengguna mampu menghasilkan imej 3 D dengan satu kamera, alih-alih dua kamera.

Teknologi Lytro bermula dari riset Universitas Stanford yang kerap disebut kamera cahaya bidang. Dalam riset diperoleh kesimpulan kamera tersebut mampu menangkap informasi lebih banyak dalam imej ketimbang kamera digital konvensional.

Pada 2006, CEO Lytro, Ren Ng, menulis desertasi di Stanford tentang cara-cara untuk mengurangi ukuran dan biaya teknologi secara dramatis. Mendekati hari rilis, Lytro masih enggan mengungkap detail sebelum benar-benar meluncurkan produk pada akhir tahun ini. Namun Ng menjamin bahwa harga piranti itu akan bersaing dengan kamera konsumen masa kini.

Menguji Kinerja Foto dari Kamera Lytro

Kunci pembeda, ujar Ng, yakni bila semua gambar yang diambil menggunakan kamera atau kamera video terlihat serupa bagi sebagian orang, tidak dengan gambar yang diambil dengan teknologi Lytro. "Gambar-gambar ini belum pernah terlihat sebelumnya," ujarnya

Lewat sebagian besar browser Web terkini, pengguna bisa mengklik bagian berbeda foto-foto yang diambil dengan kamera Lytro. Saat mengklik pengguna bisa menjadikan objek-objek dalam gambar sebagai fokus sesuai keinginan.

Tak hanya itu, Lytro juga menawarkan kelebihan lain. Salah satunya cukup menjanjikan, terutama bagi fotografer amatir plus mereka yang gemar utak-atik gambar. Mengingat fokus gambar baru ketahuan setelah foto dihasilkan, pengguna tidak perlu menghabiskan waktu mengatur fokus sebelum menjepret. Mereka pun tak perlu cemas bila objek fokus pada foto ternyata salah.

Teknologi ini bekerja dengan cahaya sangat rendah tanpa flash. Menurut Lytro, kaca lensa 3D dapat menambah efek tiga dimensi nyata pada gambar. Efek itu pun bisa disesuaikan lagi untuk menghasilkan prespektif berbeda.

Kamera digital konvensional pada umumnya merekam jumlah total cahaya yang ada di lokasi begitu mereka mengenai sensor gambar. Sementara kamera cahaya bidang, ujar Ng, merekam warna, intensitas dan arah garis cahaya secara individual.

Ia menganalogikan dengan rekaman audio, alih-alih merekam seluruh musisi sekaligus, studio multitrek modern akan merekam mereka secara terpisah sehingga volume dan efek-efek lain dalam disesuaikan secara independen setelah fakta rekaman didapat. Tujuannya untuk menghasilkan gabungan suara yang diinginkan.

Kunci strategi Lytro adalah menggunakan resolusi dalam sensor imej dalam kamera digital konvensional. Resolusi itulah yang ditingkatkan. Kemampuan itu, kata Ng, sepenuhnya tak pernah dieksploitasi oleh fotografer amatir.

Namun bisa jadi teknologi ini akan dipandang sinis fotografer serius yang memandang pengaturan fokus bukanlah hal mudah yang bisa dikuasai sekejap mata, melainkan tolak ukur kapasitas otak, jam terbang dan ketrampilan yang dikuasai pembidik di balik lensa.

Menyinggung soal lensa, perusahaan juga mengembangkan satu seri lensa khusus yang sesuai dengan bagian muka sensor imej kamera. Lensa itu juga membantu memecah gambar ke dalam bagian-bagian individu di mana software berperan besar di sini untuk menyusun ulang dan memanipulasi gambar.

Didirikan pada 2006, Lytro telah menarik 50 juta dolar dari perusahaan-perusahaan penanam modal kakap, termasuk Andreessen Horowitz, Greylock Partners, New Enterprise Associates dan K9 Ventures.

Tim teknologi yang menjadi otak dalam Lytro adalah Kurt Akeley, mantan pegawai Silicon Graphics Inc, Adam Fineberg, mantan arsitek prinsipil dari software WebOS software yang dikembangkan Palm Inc--kini bagian dari Hewlett-Packard Co.

Meski tergolong baru, Lytro bukan berarti tak tersentuh kompetisi, prediksi wakil presiden pembuat software dan produk dari Adobe System, Winston Hendrickson. Adobe pun, ujarnya, telah mengembangkan prototipe kamera cahaya bidang untuk kebutuhan riset.

Selain sudah menjadi santapan divisi teknologi para pemain-pemain besar lain, pemula lain, Pellican Imaging Corp, juga telah mengejar teknologi tersebut. Pada Februari lalu, Pellican mengumumkan prototipe yang disebut perusahaan sebagai kamera array untuk piranti mobile.

"Saya pikir ada kesepakatan secara umum bahwa bidang cahaya akan menjadi piranti masa depan," ujar Hendrickson. "Yang menjadi perbedaan prespektif di setiap orang adalah kapan itu terjadi."

sumber : Wall Street Journal
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement