Ahad 19 Jun 2011 11:11 WIB

Energi Sahara Alternatif Pengganti Energi Nuklir

Energi Sahara bisa menjadi pengganti energi nuklir.
Foto: www.rnw.nl
Energi Sahara bisa menjadi pengganti energi nuklir.

REPUBLIKA.CO.ID,SAHARA - Bukan hanya pegiat lingkungan yang menyambut gembira keputusan terbaru Jerman, Swiss dan Italia untuk menghentikan energi nuklir dalam waktu mendatang. Tetapi, sektor energi berkelanjutan juga melihat sebuah peluang luar biasa.  

Pelbagai negara kini telah memiliki instalasi panel surya. Desertec berusaha agar proyek-proyek ini diperluas dan di masa depan saling terkait.

Setelah itu, masing-masing proyek harus dipasang pada jaringan tegangan tinggi Eropa. Di Maroko, Desertec sedang membangun proyek besar 500 megawatt.

Mereka bekerja sama dengan pemerintah dan instansi lokal. Sebagai perbandingan, instalasi ini akan bisa menyuplai lebih banyak energi ketimbang pusat pembangkit nuklir di Borssele, Belanda selatan.

Proyek besar seperti Desertec, misalnya, di mana energi dibangkitkan di Sahara dan kemudian ditransportasi ke Eropa. Namun, gejolak politik negara-negara Arab dikhawatirkan bisa mengganggu rencana.

Angka-angka dan ambisi yang ada cukup positif. Pembangunan panel surya raksasa, kaca dan kincir angin di Sahara itu membutuhkan biaya sekitar 400 miliar euro. Melalui proyek ini, pada tahun 2050 nanti sebanyak 15 persen kebutuhan akan energi Eropa bisa dipenuhi.

Desertec, yang adalah inisiatif Jerman, menyambut baik gagasan tersebut. Apalagi, setelah keputusan politik seputar energi nuklir.

Mahal

Pakar energi dari Universitas Utrecht, Wim Turkenburg, menyebutkan rencana energi Sahara sebagai gagasan yang menarik.

''Rencana hebat. Secara teknis sangat mungkin dilakukan,'' katanya. ''Namun, ini memerlukan banyak persiapan. Ini memang suatu investasi besar. Selain investasi di gurun pasir, juga harus dipasang kabel bertegangan tinggi. Jadi, harga untuk listrik juga tinggi."

Biaya proyek bukan satu-satunya hambatan. Situasi politik di negara-negara Arab jauh dari stabil.

''Padahal, Desertec membutuhkan negara-negara itu untuk merealisasikan proyek listrik,'' Pengusaha Belanda Paul van Son. "Kami tentu saja tidak bisa berbisnis dengan Libya dengan melihat situasi yang sekarang. Begitu suasana tenang kembali, kami langsung beraksi.''

sumber : www.rnw.nl
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement