REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Penataan frekuensi di Indonesia ditargetkan mampu menambah potensi penerimaan negara hingga mencapai Rp20 triliun pertahun.
"Penataan frekuensi itu merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena mampu menambah potensi penerimaan negara sampai Rp20 triliun pertahun," kata Direktur Jenderal Sumberdaya Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Muhammad Budi Setiawan, di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, saat ini penerimaan negara dari frekuensi baru mencapai sekitar Rp 13 triliun pertahun. Menurut dia, angka itu berpotensi naik signifikan bila frekuensi di Indonesia ditata dengan lebih baik.
Beberapa faktor masalah yang selama ini dikeluhkan terkait penataan frekuensi di Indonesia antara lain kurangnya atau tidak mudahnya mengakses informasi resmi dari regulator, identifikasi kanal frekuensi yang tidak seragam, dan kurangnya komunikasi dan koordinasi lintas operator dan juga antara regulator dan operator.
Oleh karena itu, Budi menyatakan akan melakukan koordinasi dan komunikasi lebih intensif dengan seluruh pemangku kepentingan.
Budi menambahkan, frekuensi merupakan sumber daya yang jumlahnya sangat terbatas sehingga harus dimanfaatkan secara optimal.
Saat ini, kata dia, penggunaan frekuensi masih belum sepenuhnya optimal karena masih ada alokasi yang "under-utilize" padahal jika dioptimalkan dengan baik berpotensi mendatangkan penerimaan negara yang lebih besar.
"Kami telah menyusun roadmap spektrum Indonesia, termasuk di dalamnya tentang penataan TV-TV digital," katanya.
Pihaknya juga akan mulai mengoptimalkan fungsi balai monitor yang tersebar di seluruh provinsi di Tanah Air.
Budi menambahkan, agenda selanjutnya yang akan dilakukan adalah melakukan pengendalian kemudian mengoptimalisasi pendapatan negara dari frekuensi.