REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Samsung dan LG tengah menabuh genderang perang terbuka. Seperti pertempuran operator seluler di Indonesia, dua raksasa elektronika ini tengah berlomba menarik simpati publik atas produk televisi tiga dimensi (3D) mereka.
Seperti ditulis AFP, perang iklan diantara dua raksasa ini tak terelakan lagi. Karena keduanya saling mengklaim bahwa teknologi mereka memberikan gambar lebih jelas dan sudut pandang lebih luas.
Dua perusahaan yang masing-masing dinakodai pimpinan baru itu kini sedang berusaha mengetatkan standar industri 3D. Lembaga riset pasar, DisplaySearch, meramalkan bahwa teknologi 3D akan mendominasi 41 persen penjualan tv layar datar pada 2014. Tahun lalu hanya dua persen dari penjualan tv layar datar yang menggunakan teknologi 3D.
LG dalam persaingan itu menjagokan teknologi yang disebut 'film-patterned retarder (FPR)', sementara Samsung menggunakan teknologi yang disebut 'active shutter glass'.
Dua konglomerat itu sebelumnya jarang menyerang produk mereka satu sama lain, tetapi sejak Januari silam, dalam pameran teknologi internasional, Las Vegas Consumer Electronics Show, keduanya telah menabuh genderang perang.
Aksi saling serang itu terus memanas bulan kemarin ketika LG mengatakan teknologi Samsung sudah ketinggalan satu generasi di belakang.
Hari berikutnya Samsung membalas dalam sebuah jumpa pers dengan mengatakan perbedaan antara produk keduanya seperti 'siang dan malam'.
Selasa (8/3) Samsung kembali menghina saingannya itu. Kim Hyeon-Seok, salah seorang wakil presiden eksekutif Samsung mengatakan LG 'mencoba menipu konsumen' dengan mengklaim TV 3D LG memiliki sudut pandang lebih luas ketimbang Samsung.
"Klaim LG bahwa FPR lebih baik dari 'active shutter glasses' tidak bisa diterima, karena seluruh dunia akan mengatakan sebaliknya," tegas Kim.
Samsung bahkan pernah menyiarkan sebuah iklan cetak yang dibintangi seorang aktor terkenal bersama seekor monyet kecil dan keduanya mengenakan kacamata 3D.
Gambar monyet dalam iklan itu dilengkapi dengan keterangan, "Mengapa TV 3D saya tidak benar-benar berdefenisi tinggi?" Meski demikian, Samsung menolak mengakui bahwa monyet itu adalah simbol untuk LG.
Sementara Kwon Young-Soo, CEO LG Display, mendesak Samsung menghentikan iklan-iklan yang menyerang perusahaan lain sembari menegaskan bahwa teknologi LG tetap yang terbaik.
Kwon mengatakan kacamata 3D LG lebih ringan, murah, menghantarkan gelombang elektromagnetik yang lebih kecil dan menghasilkan gambar lebih jernih, ketimbang yang dipunyai Samsung.
"Saya sedih melihat banyaknya perdebatan yang mengarah pada debat kusir," ujar Kwon.
Ia juga mengklaim bahwa raksasa elektronik Jepang, Sony Corp juga mengadopsi teknologi mereka.
Selain itu Yoon Boo-Geun, salah seorang pejabat niaga Samsung, menyebut kontroversi itu 'tidak penting dan melelahkan' dan menilai perdebatan dengan saingan yang lebih kecil seperti 'memecahkan karang dengan telur'.
Menurut DisplaySearch, Samsung Electronics adalah produsen televisi 3D terbesar dunia yang pada catur wulan keempat tahun lalu mengekspor 37,2 persen pasokan dunia.
Sony dan perusahaan Jepang lainya, Panasonic, berturut-turut berada di urutan dua dan tiga, sementara LG menyusul di urutan empat dengan menguasai 5,6 persen ekspor dunia.
Dua perusahaan Korsel itu memang sedang bersaing merebut pangsa pasar dan keduanya bertempur di bawah panglima baru.
LG Electronic pada September tahun lalu baru saja mengangkat anggota keluarga Koo Bon-Joon, keluarga pendiri perusahaan itu, sebagai CEO.
Sementara Samsung Desember tahun lalu mempromosikan Jay Y. Lee, putera tunggal pemimpinnya, Lee Kin-Hee, sebagai presiden perusahaan.
Greg Roh, seorang analis dari HMC Investment Securities, menyebut pertengakaran itu sebagai 'perang urat saraf' untuk menaikkan reputasi dua perusahaan di mata konsumen.
"Permintaan untuk tv baru tahun ini sangat rendah karena banyak konsumen yang telah mempunyai tv LCD dan tv plasma... jadi perusahaan-perusahaan itu membutuhkan sesuatu untuk mendorong keberadaan mereka di antara para konsumen," katanya kepada AFP.
"Tetapi kehebohan dan saling serang itu kelihatan sangat kekanak-kanakan, tidak produktif dan tidak komprehensif," tandasnya.