REPUBLIKA.CO.ID, BONN--Sekelompok fisikiwan Universitas Bonn, Jerman mengembangkan sumber cahaya baru. Temuan mereka menadirkan asumsi yang beredar di kalangan ilmuwan, bahwa hal ini mustahil dilakukan.Selama ini, sumber cahaya utama adalah matahari.
Cahaya yang mengelilingi kita terdiri dari dua komponen utama. Para ilmuwan menyebutnya sebagai dualitas gelombang partikel. Artinya, cahaya memiliki sifat gelombang, tapi juga bergerak seperti foton atau partikel. Fisikawan Universitas Bonn berhasil menciptakan sumber caya baru, yaitu apa yang disebut kondensat Bose-Einstein. Sumber cahaya ini terdiri dari foton.
Agar eksperimen ini berhasil, dibutuhkan kondisi di mana tidak ada cahaya sama sekali, kata Julian Schmitt, salah satu fisikawan Universitas Bonn. "Untuk eksperimen ini kami bekerja di intensitas rendah, jadi kondisinya harus gelap total, agar foton, yang tidak berasal dari resonator, tidak mengacaukan data-data kami."
Selama bertahun-tahun, foton dikatakan tidak bisa membentuk kondensat Bose-Einstein, karena foton tidak dapat didinginkan seperti atom. "Masalahnya, jika cahaya turun suhunya, maka sumber cahaya juga padam," kata Martin Weitz, profesor untuk fisika di Universitas Bonn. Weitz adalah salah seorang ilmuwan yang turut mempublikasikan studi foton super.
Weitz memberikan contoh, jika lampu bohlam dipadamkan, filamen tungsten yang mendingin berubah warna dari kuning menjadi merah, seiring penyerapan foton oleh atom yang mengelilinginya. Proses ini berlangsung sampai semua foton lenyap.
Untuk menciptakan kondisi Bose-Einstein dalam atom, atom didinginkan sampai nol derajat Kelvin atau minus 273 derajat Celcius. Tapi, ini tidak bisa dilakukan pada foton, karena foton akan terserap ke dalam atom sebelum mencapai suhu tersebut.
Yang dilakukan Weitz dan timnya adalah memerangkap foton dalam celah selebar satu mikron antara dua cermin yang sangat reflektif. Setelah foton terperangkap, para ilmuwan menambahkan molekul pigmen. "Kami mendinginkan foton dengan menyebar cahaya molekul pigmen dan karenanya, cahaya mendingin sampai sama dengan pigmen pada suhu ruangan. Kami lalu menganalisa dan menemukan bahwa jika jumlah foton yang dimasukkan cukup banyak, maka kami dapat mengamati adanya kondensat Bose-Einstein," jelas Weitz.
Foton super, demikian sebutan para fisikawan Universitas Bonn untuk hasil eksperimennya. Alasannya, kondisi foton ini menyerupai kondisi atom super. Tapi menurut sejumlah ilmuwan, sebutan ini sebenarnya kurang tepat karena partikel-partikel foton tersebut tidak membentuk molekul baru. Hanya sifatnya saja yang berubah. Fisikawan Aephraim Steinberg dari Universitas Toronto mengibaratkan, angkatan bersenjata yang terdiri dari ribuan serdadu, tetap tidak dikatakan serdadu super, tapi merupakan gabungan dari sejumlah tentara.
Terlepas dari perbedaan pendapat terkait sebutan bagi hasil eksperimen yang dilakukan fisikawan Weitz dan timnya, Steinberg mengakui bahwa temuan ini merupakan suatu sensasi di bidang fisika kuantum.
Pertanyaannya sekarang, apa yang bisa dilakukan dengan foton super ini? Martin Weitz menyebutkan sejumlah aplikasi masa depan yang bisa memanfaatkan foton super, meski menurutnya, saat ini semuanya masih dalam tahapan teori.
Salah satu idenya adalah mengembangkan laser gelombang pendek yang beroperasi di spektrum sinar X atau ultra ungu. Sampai saat ini, laser ini belum bisa diwujudkan karena untuknya dibutuhkan energi dalam jumlah tinggi. Menurut Weitz, masalah ini bisa diatasi karena eksperimen yang dilakukan di Universitas Bonn ternyata tidak membutuhkan banyak energi.
Laser yang beroperasi di spektrum sinar ultra ungu dan sinar X bisa digunakan perancang chip untuk membuat chip komputer yang lebih kompleks. Tapi sampai saat ini tiba, Weitz dan timnya di Universitas Bonn tetap melanjutkan riset fotonik kondensat Bose-Einstein. Mereka berencana untuk mengganti molekul pigmen cair dengan pigmen padat. Hal ini diharapkan membuat sistem fotonik tersebut lebih ramping dan mudah dimanfaatkan.