REPUBLIKA.CO.ID Heboh Android di negara jiran, rupanya belum terasa gaungnya di Indonesia. Sekalipun ada kabar bahwa angka penjualan ponsel Android meningkat hampir 400 persen pada tahun 2010, dari sisi jumlah ponsel dengan sistem operasi besutan Google ini belum 'tampak' di permukaan. Situasi ini berbeda dengan kondisi di Eropa, dimana ponsel Android mampu menguasai pangsa pasar hingga 19 persen.
Mengapa Android belum heboh di Indonesia? Fenomena ini tak lepas dari belum terbentuknya ekosisistem Android di Indonesia. Varian ponsel Android, misalnya, masih relatif terbatas, harganyapun masih tergolong mahal untuk ukuran Indonesia. Harga ponsel Android termurah masih diatas satu jutaan.
Memang, ada upaya 'menurunkan' harga jual Android. Samsung, misalnya, memprakarsai produk Android dengan harga terjangkau. Dalam waktu dekat vendor ponsel lokal akan merilis ponsel Android dengan harga dibawah satu juta.
Harga device yang masih mahal menjadikan ponsel ini masih beredar di kalangan gadget freak. Ia belum membumi layaknya Blackberry atau ponsel Cina. Android juga belum mampu menembus popularitas iPhone di Indonesia. Namun belum hebohnya Android di Indonesia tidak dengan sendirinya mengindikasikan bahwa ponsel Android sulit menembus pasar Indonesia. Barangkali hanya soal waktu saja.
Butuh waktu lama dan kerja keras Android untuk bisa menaklukan Apple, apalagi Blackberry atau Symbian di Indonesia. Pengguna iPhone di Indonesia diperkirakan mencapai 60-an ribu di Indonesia. Lantas, berapa pengguna Android di Indonesia? Belum ada data resmi mengenai hal ini. Banyak kalangan menyebut pengguna Android tidak lebih dari jumlah pengguna iPhone dan iPad di Indonesia.
Berbagai lembaga riset menyebutkan bahwa booming pengguna ponsel Android mulai terasa tahun 2010. Peningkatan jumlah pengguna ponsel Android secara global, telah meningkatkan secara signifikan pangsa pasar Android. Banyak analisis optimistis bahwa Android akan menjadi ponsel masa depan. Fenomena ini tercermin dari terus meningkatnya pangsa pasar Android di tingkat global.
Tahun 2010, pangsa pasar Android diperkirakan telah mencapai 17-an persen dan diperkirakan naik menjadi sekitar 24 persen empat tahun mendatang. Kenaikan pangsa pasar Android diperkirakan akan menggerus pangsa pasar Symbian yang selama ini mendominasi pasar ponsel, termasuk pasar Apple dan Research in Motion (RIM).
Demam Android di mancanegara memang tidak terlepas dari pemahaman publik mengenai sistem operasi ini, ketersediaan device, dukungan jaringan serta kemampuan atau daya beli. Singkatnya, pertumbuhan dan perkembangan Android sangat didukung oleh ekosistem Android yang telah terbentuk.
Dalam konteks ini diperlukan satu ekosistem untuk Android agar publik 'ngeh' dengan device yang digadang-gadang sebagai ponsel masa depan ini. Tak mudah membuat 'ngeh' publik pada satu device atau layanan. Contohnya ya Blackberry. Ponsel pintar asal Kanada ini butuh waktu empat tahun untuk bisa dikenali oleh publik di Indonesia.
Popularitas Blackberry di Indonesia, dalam batas-batas tertentu, lebih banyak ditopang oleh popularitas jejaring sosial seperti facebook dan twitter, ketimbang layanan utama research in motion, push mail.
Saat masuk pertama kali di Indoesia lima tahun lalu, Blackberry dianggap sebagai ponsel aneh. Sudah harga devicenya mahal, biaya langganan Blackberry juga mahal. Masalah ini masih diperberat oleh sistem berlangganan yang kaku, karena hanya pelanggan pascabayar kategori korporat yang bisa berlangganan Blackberry Internet Service.
Dalam perkembangannya kemudian, RIM membuka diri dengan menyediakan aplikasi Blackberry Internet Service untuk smartphone. Menggandeng sejumlah vendor, RIM mulai mempopulerkan BIS ke pengguna ponsel. Pengguna Smartphone Nokia, Dopod (HTC), atau Motorola bisa menikmati layanan BIS dari ponselnya. Ketersediaan aplikasi ini, sistem berlangganan yang semakin mudah dan biaya langganan yang mulai turun menjadikan pengguna layanan BIS di Indonesia mengalami peningkatan.
Butuh sekitar dua tahun untuk 'memperkenalkan layanan BIS ' ke publik pengguna ponsel di Indonesia. Pada saat yang sama, kalangan operator gencar mengkampanyekan messaging murah dan praktis dengan blackberry messenger. Blackberry kemudian dicitrakan sebagai gadget untuk messaging yang praktis dan murah.
Popularitas jejaring sosial seperti facebook dan twitter, rupanya ikut menopang popularitas Blackberry di Indonesia. Maklumlah, BB merupakan ponsel paling nyaman digunakan untuk facebook-an atau tweeteran dibandingkan smartphone yang ada saat ini. Jangan kaget jika pola penggunaan Blackberry di Indonesia belum beranjak jauh dalam tiga tahun terakhir ini, yakni lebih banyak digunakan untuk BBM, facebook dan tweeter, ketimbang yang lain. Pengguna layanan push mail, masih sangat sedikit.
''Kita ini lebih suka messengeran dari pada push mail. Layanan push mail di Blackberry internet service belum banyak dimanfaatkan, apalagi aplikasi lain,'' kata VP channel management Telkomsel, Gideon Edi Purnomo. Popularitas Blackberry di Indonesia, dalam batas-batas tertentu, lebih banyak ditopang oleh popularitas jejaring sosial seperti facebook dan twitter, ketimbang layanan utama research in motion, push mail.
Kasus yang hampir mirip terjadi pada produk Apple. Banyak aplikasi atau fitur-fitur ponsel ini yang tidak dioptimalkan. Banyak pengguna iPhone yang belum memanfaatkan AppleStore secara optimal, utamanya untuk konten atau aplikasi berbayar. Bukan karena mereka tak sanggup membeli konten atau aplikasi. Yang menjadi masalah adalah cara pembayaran. Soal ini yang tengah dicarikan solusinya oleh Telkomsel, mitra Apple di Indonesia.
Kasus yang sama, tampaknya, akan dihadapi Android. Pasalnya, salah satu unggulan Android adalah ketersediaan konten dan aplikasi di Android Market yang sebagian diantaranya berbayar. Bagaimana mekanisme pembayarannya, harus dipecahkan sejak awal, agar tidak menimbulkan kebingungan pengguna.
Persoalan kedua yang tak kalah penting adalah data plan untuk pengguna Android. Ini penting, karena banyak fitur Android berbasis internet. Model data plan yang dikembangkan Nokia--bekerja sama dengan kalangan operator--, atau paket unlimited untuk pengguna iPad yang dikembangkan Apple dan di endorse Apple, selayaknya diterapkan untuk pengguna Android. Sehingga pengguna tidak lagi direpotkan dengan 'matematika' tarif akses internet.
Menyiapkan paket data serta mengembangkan sistem pembayaran untuk pembelian konten dan aplikasi--misalnya dengan memotong pulsa atau membebankan pada tagihan bulanan--, bisa menjadi sebuah langkah awal untuk edukasi Android. Dengan pendekatan ini publik diajak untuk menikmati sekaligus memahami apa sebenarnya Android itu.