REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN--Embargo yang diberlakukan terhadap Iran tidak menghalangi negara itu mengembangkan teknologi luar angkasanya. Pengembangan itu siap menjadikan Iran menjadi negara Islam yang memberangkatkan astronot mereka ke Bulan tahun 2025. Tak hanya itu, Iran juga menjadi yang pertama di antara negara tetangga mereka yang memiliki lokasi peluncuran pesawat luar angkasa.
Meski terbilang pesat dalam mengembangkan teknologi luar angkasa, Iran tetap mendapatkan reaksi sinis dari dunia Barat perihal kemajuan yang diperoleh. Masyarakat Barat menilai Iran tidak semata berencana memberangkatkan astronot mereka ke bulan. Lebih dari itu, Iran memiliki muatan tertentu untuk memanfaatkan teknologi luar angkasa sebagai medium pengembangan misil balistik. "Mereka secara jelas menggunakan teknologi tersebut untuk dua kepentingan. Selain kepentingan ilmiah, kepentingan militer juga tersirat didalamnya," papar Joan Johnson Freese, Pakar Keamanan Nasional, Naval War College, seperti dikutip yahoonews, Jum'at (12/11).
Perkembangan pesat teknologi luar angkasa Iran dimulai ketika negara itu membuat satelit, Februari 2009. Satelit itu direncanakan meluncur tahun 2011 mendatang. Iran, menurut peneliti asal Secure World Fondation, Tiffany Chow juga dilaporkan membantu negara Islam lain untuk mengembangkan teknologi luar angkasa. "Melihat dari kondisi terkini Iran, seharusnya tampak sulit bagi mereka untuk mengembangkan teknologi luar angkasanya," papar Chow, peneliti dari Secure World Foundation.
Iran sempat melakukan sejumlah uji coba teknologi roket yang tengah mereka kembangkan. Akantetapi teknologi yang mengadopsi teknologi Soviet dan Korea Utara tersebut belumlah membuahkan hasil. Uji coba pertama, Iran meluncurkan roket yang diberi kode Safir atau duta besar dalam bahasa Persia, 17 Agustus 2008. ROket itu ditempatkan pada satelit Omid dengan berat 44 hingga 60 pound atau sekitar (20 hingga 27 kilogram). Uji coba kedua berlangsung 2 Februari 2010. Roket yang diberi kode Kavosghar atau penjelajah mampu menjangkau target 100 kilometer. ROket ini tampaknya didesain untuk mengumpulkan data ketimbang sarana transportasi kargo.
Dalam beberapa tahun belakangan, Iran juga intensif meluncurkan roket dari balik truk militer ketimbang stasiun luar angkasa mereka. Menteri Pertahanan Iran, Ahmad Vahidi mengatakan Iran tidak akan mentolerir penggunaan ruang udara Iran oleh negara mana pun.
Memasuki tahun 2011, Iran tengah bersiap meluncurkan roket berukuran 27 meter. Roket berkode Phoenix memuat sistem bahan bakar cair yang mampu menampung beban 220 pond atau 100 kg dengan daya jangkau 500 km. Roket Simorgh yang sempat membawa generasi baru satelit Iran seperti satelit Mesbah memiliki ukuran 20 inci (50 cm) di setiap sisi dan beratnya mencapai 132-165 pon (60-75 kg). Satelit Mesbah-1 pada awalnya dirancang dan dibangun Italia dan dijadwalkan untuk diluncurkan melalui Rusia.
Pihak Rusia melaporkan bahwa satelit Mesbah-1 tidak pernah datang untuk peluncuran, dan pada bulan Juli 2009 Rusia mengumumkan penolakan membantu Iran dalam pembuatan satelitnya. Hal yang sama dilakukan Italia yang juga menolak membantu Iran.
"Kemampuan domestik Iran dalam hal peluncuran memang terinspirasi oleh, dan sampai batas tertentu didasarkan pada model dan sistem negara lain," kata Chow seperti dikutip SPACE.com. "Berdasarkan klaim Iran baru-baru ini, Iran segera meluncurkan The Tolu ("Sunrise"), satelit pengindaraan jarak jauh pertama pada tahun 2011,".
Pengembangan yang dilakukan Iran terhadap teknologi luar angkasa mereka tidak terlepas dari ketergantungan pada desain roket Korea Itara dan China. "Ketergantungan itu terbukti dengan bantuan pendidikan dan transfer perangkat keras dari Cina untuk pertahanan dan ruang (industri) Iran dalam skala besar," kata Vick dalam sebuah e-mail.