REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan membangun stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) di Sulawesi Tengah dan Papua mulai 2011 untuk memperkuat pemantauan Atmosfer Global. "Stasiun ini untuk menambah stasiun GAW yang sudah ada di Bukit Kototabang, Sumatera Barat yang dioperasikan sejak 1996," kata Kepala Bidang Informasi Kualitas Udara BMKG Mangasa Naibaho di sela acara International Workshop on Global Atmosphere Watch (GAW) di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, Indonesia membutuhkan sedikitnya tiga stasiun GAW yang mewakili pemantauan kondisi udara Indonesia bagian barat, tengah dan timur sehingga data perubahan iklim yang terjadi di Indonesia akan lebih akurat.
Saat ini jumlah jaringan stasiun GAW di seluruh dunia mencapai 33 stasiun dimana semua data dari seluruh stasiun tersebut selain digunakan di negara masing-masing juga dikirimkan ke World Data Centre Green House Gases di Tokyo menjadi suatu data global.
Suatu stasiun GAW, ujar Mangasa, harus bebas dari pencemaran lokal sehingga jauh dari daerah industri, lalu lintas perhubungan bahkan jauh dari pemukiman. "Jarak stasiun GAW di Kototabang ke jalan raya sampai 5 km," katanya sambil menambahkan calon stasiun GAW di Sulteng terletak di kawasan hutan lindung Role Lindu, enam jam perjalanan dari Palu.
BMKG bersama World Meteorological Organization (WMO), ujarnya, akan melakukan survei lokasi dalam waktu dekat, sedangkan stasiun GAW di Papua masih dalam rencana dan baru akan disurvei 2012.
Pengukuran yang akan dilakukan stasiun GAW yakni: pengukuran gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O dan SiF6), komposisi kimia air hujan, pengukuran partikulat debu (seperti aerosol), radiasi matahari, serta parameter meteorologi seperti suhu, kelembaban, tekanan udara, arah dan kecepatan angin serta curah hujan..
Salah satu informasi penting yang diperoleh dari berbagai stasiun GAW adalah temuan tentang kecenderungan kenaikan kadar CO2 dari tahun ke tahun yang hasilnya digunakan para ahli sebagai bahan kajian dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), ujarnya.
IPCC menyimpulkan bahwa kenaikan kadar CO2 di atmosfer akan menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi dan akan mengakibatkan pemanasan global yang berdampak pada mencairnya es di kutub, kenaikan permukaan air laut, pergeseran musim, kekeringan, banjir hingga meningkatnya wabah.
"Saat ini konsentrasi karbon di atmosfer sekitar 390 ppm dengan kenaikan rata-rata 2 ppm per tahunnya, sementara ambang batas aman bagi level konsentrasi CO2 dalam atmosfer 350 ppm, ini harus segera diantisipasi," katanya.