REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI--Telepon seluler (ponsel) pintar BlackBerry jadi ancaman potensial bagi keamanan nasional Uni Emirat Arab (UEA). Alasannya, data pengguna BlackBerry disimpan di luar negeri, dan hukum negara pemilik ponsel tak berlaku. Akibatnya, akan sulit bagi otoritas negara untuk memonitor data tersebut.
Ini adalah kekhawatiran baru yang muncul dari UEA yang berupaya mengontrol arus informasi di negara Teluk. Sebanyak tujuh negara di kawasan Teluk secara aktif menyensor situs dan bentuk media lainnya jika dipandang membahayakan keamanan nasio nal dan nilai-nilai lokal konservatif.
“Karena server pembuat BlackBerry, Research in Motion (RIM), terletak di luar negeri, membuatnya lebih mudah bagi mereka untuk menolak permintaan dari pihak berwenang mengenai data pribadi pengguna,” kata Lucie Morillon, kepala grup advokasi Reporters Without Borders, yang memonitor upaya untuk mengendalikan penggunaan ponsel pintar.
“Pemerintah tak dapat meng akses informasi BlackBerry semudah yang mereka dapat informasi dari operator setempat,” katanya. Ini adalah kontroversi besar kedua atas BlackBerry di UEA. Setahun yang lalu, operator seluler terbesar di negara itu mendorong pengguna BlackBerry meng-install perangkat lunak yang memungkinkan orang luar mengintip ke dalam ponsel mereka. Pemerintah tak pernah menjelaskan sepenuhnya apa yang terjadi dalam tindakan ini.
Perangkat BlackBerry adalah ponsel satu-satunya yang beroperasi di wilayah itu yang otomatis me-relay informasi penggunanya ke luar negeri. “Melihat bagaimana data BlackBerry dikelola dan disimpan, beberapa aplikasi Black Berry me mungkinkan orang untuk menya lahgunakan layanan itu, menyebabkan dampak keamanan dan sosial serius,” demikian keterangan regulator UEA, akhir pekan lalu.
Mereka mengatakan, penggunaan BlackBerry berarti operasi di luar yurisdiksi hukum nasional dan secara otomatis mengirim data ke luar negeri untuk dikelola organisasi asing komersial. Sistem RIM, dari menyampaikan data, seperti email ke server jaringan lepas pantai yang terpisah dari yang dioperasikan oleh operator seluler lokal.
“Sejumlah orang mungkin tak menyukai itu,” kata Bruce Schneier, seorang penulis dan kepala petugas keamanan teknologi pada operator telekomunikasi Inggris BT. Yang dikhawatirkan oleh pemerintah adalah mereka tak bisa mengakses data itu, sementara ada pihak yang bisa.
Otoritas Regulasi Telekomuni kasi UEA mengatakan, BlackBerry diluncurkan di UAE sebelum undang-undang keselamatan dan darurat keamanan nasional diberlakukan pada 2007. Namun, otoritas itu tak menyebutkan apakah mereka tengah mempertimbangkan larangan langsung penggunaan BlackBerry.
Jubir RIM, perusahaan asal Kanada pembuat BlackBerry, mengatakan pihaknya belum memiliki komentar apa pun mengenai hal ini. Baru setahun lalu, RIM mengkritik pemerintah UEA karena operator seluler Etisalat yang merupakan milik negara, meminta lebih dari 145 ribu pengguna BlackBerry di negara itu untuk meng-install perangkat lunak digambarkan sebagai upgrade yang diperlukan untuk peningkatan layanan.
RIM mengatakan, tes menunjukkan, layanan itu pada kenyataannya perangkat lunak mata-mata yang dapat memungkinkan orang luar mengakses informasi pribadi yang tersimpan pada ponsel. Mereka pun segera memberi kan perincian petunjuk kepada pengguna cara menghapus perangkat lunak itu.
UEA bukanlah negara pertama yang mengkhawatirkan ponsel BlackBerry. Bahrain, negara kecil di Teluk, awal tahun ini mengancam tindakan hukum terhadap pengguna BlackBerry yang berbagi berita lokal melalui chat pada perangkat BlackBerry.
Badan keamanan pemerintah India juga telah menyuarakan keprihatinan mengenai cara BlackBerry menangani data dapat menempatkan sebuah bangsa dalam risiko. Morillon mengatakan, pemerintah di Teluk makin khawatir meningkatnya pengguna aplikasi BlackBerry Messenger yang lebih sulit dipantau. “Aplikasi ini telah menjadi saluran menyebarkan informasi, yang meng khawatirkan pihak berwenang,” katanya.