Senin 27 May 2024 05:03 WIB

Mungkinkah AI Bisa Baca Pikiran pada Masa Depan?

Perlukah manusia khawatir dengan kecanggihan teknologi AI?

Rep: Shelbi Asrisnti/ Red: Qommarria Rostanti
Artificial Intelligence (AI) (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Artificial Intelligence (AI) (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, belum ada perangkat atau program kecerdasan buatan (AI) yang bisa membaca pikiran manusia. Meski demikian, masih ada kemungkinan besar di masa depan hal tersebut bisa diwujudkan oleh para ilmuwan. Perlukah kita khawatir?  

Pada awal 2024, Neuralink menanamkan chip di dalam otak Noland Arbaugh, pria Amerika berusia 29 tahun, yang mengalami kelumpuhan dari bahu ke bawah. Chip tersebut memungkinkan Arbaugh menggerakkan penunjuk tetikus di layar hanya dengan membayangkannya bergerak. 

Baca Juga

Sebelumnya, pada Mei 2023, para peneliti di Amerika juga mengumumkan cara non-invasif untuk "memecahkan kode" kata-kata yang dipikirkan seseorang melalui pemindaian otak yang dikombinasikan dengan AI generatif. Proyek serupa menjadi berita utama tentang "topi AI yang membaca pikiran".

Menurut Sam Baron, profesor madya filsafat ilmu pengetahuan di University of Melbourne, Australia, hadirnya AI yang benar-benar bisa membaca pikiran mungkin mempunyai beberapa manfaat di bidang medis. Di sisi lain, itu dapat menghancurkan benteng terakhir privasi: pikiran.

Agar semua orang tidak panik, Baron memberi penjelasan bahwa apa yang selama ini dicapai masih jauh dari benar-benar "membaca pikiran". Untuk membaca pikiran dari aktivitas otak, harus diketahui dengan tepat kondisi otak mana yang berhubungan dengan kondisi mental tertentu.

Sebagian besar aktivitas otak itu berkaitan dengan proses yang terjadi sebelum atau sesudah persepsi wajah secara sadar. Sebut saja hal-hal seperti memori kerja, perhatian selektif, pemantauan diri, perencanaan tugas, dan pelaporan.  

Memilah proses saraf yang secara khusus bertanggung jawab atas persepsi sadar terhadap wajah adalah tugas yang sangat besar, dan ilmu saraf saat ini masih belum bisa menyelesaikannya. Bahkan jika tugas itu tercapai, para ilmuwan saraf hanya akan menemukan korelasi saraf dari jenis pengalaman sadar tertentu.

"Kehidupan mental kita adalah urusan yang berkelap-kelip, secepat kilat, dan banyak aliran, yang melibatkan persepsi, ingatan, harapan, dan imajinasi real-time, semuanya sekaligus. Sulit membayangkan bagaimana transkrip yang dihasilkan bahkan oleh pemindai otak paling canggih sekalipun, ditambah dengan AI paling cerdas, dapat menangkap semua hal tersebut dengan tepat," ucap Baron, dikutip dari laman The Conversation, Ahad (26/5/2024). 

Meski demikian, menurut Baron tidak bijaksana untuk sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan AI nantinya bisa mendukung perangkat yang bisa membaca pikiran. Mengingat kompleksitas mental manusia, dan betapa sedikitnya yang diketahui pakar tentang otak, berbagai upaya yang ada mungkin masih dalam tahap awal, tapi tidak mustahil terjadi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement