Rabu 22 May 2024 14:39 WIB

Peneliti BRIN Soroti Perlunya Penanganan Sampah Popok dan Pembalut

Pada 2021, potensi penggunaan popok bayi mencapai 17,44 juta per hari.

Pekerja mencetak sampah popok bayi yang telah dibasahi dengan adonan semen untuk dijadikan pot bunga di rumahnya di Dusun Belencong, Desa Midang, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Sabtu (13/3).
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Pekerja mencetak sampah popok bayi yang telah dibasahi dengan adonan semen untuk dijadikan pot bunga di rumahnya di Dusun Belencong, Desa Midang, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Sabtu (13/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lies Indriati mengatakan perlu langkah pengurangan dan penanganan sampah popok dan pembalut mengingat dampaknya kepada lingkungan. Salah satu yang perlu diupayakan adalah mendorong daur ulang dan pemanfaatan kembali.

Dalam diskusi daring Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB) BRIN yang disimak dari Jakarta, Rabu, Lies menjelaskan studi pada 2021 memperlihatkan potensi penggunaan popok bayi mencapai 17,44 juta per hari yang dapat menghasilkan limbah 3.488 ton per hari.

Baca Juga

Peneliti Madya di PRLTB BRIN itu juga mengungkapkan potensi sampah pembalut mencapai 42.000 ton per bulan berdasarkan populasi wanita usia subur pada 2022 yang mencapai 73,44 juta orang dengan penggunaan 1.151,2 juta pembalut per bulan.

"Beban lingkungan yang ditimbulkan produk ini karena pada dasarnya desain produknya sekali pakai, jadi langsung dibuang setelah digunakan. Dibuang ke lingkungan sehingga menimbulkan risiko bagi pencemaran lingkungan," ujarnya.

 

Dia menyoroti masih banyak yang tidak melakukan pemilahan dalam proses pembuangan kedua produk tersebut, dengan banyak yang masih dibuang bercampur ke tempat sampah dan tidak terjadi pemilahan.

Lies menjelaskan sistem pengelolaan sampah yang yang terjadi saat ini belum mempertimbangkan jenis sampah produk penyerap higienis, baik terkait kesadaran petugas maupun ketersediaan saran dan prasarana pengelolaan sampah yang tepat.

"Kalau dibuang ke alam sebenarnya bisa terdegradasi oleh cahaya tetapi karena dia masuk ke landfill dan terkubur di dalam tanah maka tidak bersentuhan dengan cahaya sehingga mungkin perlu waktu yang lebih lama untuk terdegradasi," katanya.

Lies menjelaskan menurut literatur diperlukan sekitar 500 sampai 800 tahun dan tidak benar-benar terdegradasi terutama ketika memiliki bahan polimer.

Untuk itu perlu dikembangkan bahan produk penyerap higienis sekali pakai yang ramah lingkungan. Selain perlu juga dilakukan pengurangan dan penanganan sampah.

"Untuk produk sampah popok atau pembalut dimanfaatkan kembali secara langsung tidak mungkin, tapi yang bisa dilakukan adalah membatasi sampah dengan mengedukasi menggunakan produk yang reuseable," jelasnya.

Sebelum masuk ke TPA, jelasnya, produk seperti popok dapat didaur ulang materinya, terutama karena memiliki bahan yang terbuat dari plastik.

 

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement