REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan telah menemukan bahwa asteroid yang menabrak atmosfer bumi awal tahun ini berputar dengan kecepatan tertinggi yang pernah diketahui. Yaitu, satu putaran setiap 2,6 detik.
Dilansir WION, Sabtu (4/5/2024), asteroid ini dikenal dengan nama 2024 BX1. Kemungkinan lebar 2024 BX1 tidak lebih dari satu meter dan memasuki atmosfer Bumi pada 21 Januari.
Ia hancur berkeping-keping di Berlin, Jerman. Namun, beberapa bagian selamat dari asteroid yang jatuh ini dan kemudian ditemukan.
2024 BX1 merupakan asteroid pertama yang terlihat sebelum memasuki atmosfer Bumi. Ini adalah kasus yang jarang terjadi di mana para ilmuwan mampu melacak jatuhnya asteroid dan menemukan batuan angkasa itu sebelum memasuki atmosfer Bumi. Dalam kasus ini, ia terlihat hanya tiga jam sebelum masuknya asteroid.
Gambar-gambar asteroid tersebut diambil oleh Maxime Devogele dan rekan-rekannya di Pusat Koordinasi Objek Dekat Bumi Badan Antariksa Eropa di Italia sebelum benturan. Asteroid yang bergerak dengan kecepatan sekitar 50.000 kilometer per jam ini memiliki bentuk memanjang yang berarti perubahan kecerahannya akibat rotasi.
Perubahan kecerahan tersebut sesuai dengan waktu rotasi 2,588 detik, yaitu sekitar 30.000 rotasi per hari.
“Ini adalah [putaran] tercepat yang pernah kami amati,” kata Devogele.
Asteroid-asteroid diketahui berputar karena berbagai alasan, seperti tabrakan-tabrakan yang mungkin pernah mereka alami di awal kehidupannya. Batuan luar angkasa pada umumnya berukuran lebih dari satu kilometer dan tidak dapat berputar lebih dari sekali setiap 2,2 jam karena akan pecah.
Namun, asteroid-asteroid yang lebih kecil seperti 2024 BX1 dapat bertahan dalam putaran yang jauh lebih cepat karena lebih padat .
“Mereka punya kekuatan internal, sehingga bisa berputar lebih cepat,” kata Devogele.
Mengamati perputaran suatu benda lebih berguna untuk pertahanan planet sehingga membantu para ilmuwan memahami seberapa kuat sebuah asteroid Kecil dan bagaimana kemungkinannya untuk bertahan melewati atmosfer Bumi.
“Jika keras, reaksinya akan berbeda dibandingkan jika itu adalah bongkahan salju yang tidak memiliki kekuatan internal,” kata Devogele.