REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski berada di luar angka, astronaut tetap memiliki kebutuhan dasar sama seperti manusia di bumi untuk menggunakan toilet. Dilansir laman Space pada Selasa (5/3/2024), astronaut Amerika Alan Shepherd, pada 5 Mei 1961, memberi tahu tim landasan peluncuran bahwa dia perlu buang air kecil.
Shepherd melakukan seperti yang diinstruksikan, buang air kecil di pakaian antariksa, sehingga menyebabkan hubungan arus pendek pada biosensor elektroniknya. Pakaian antariksa Shepherd belum dilengkapi dengan sistem pengumpulan urine karena misinya diperkirakan tidak akan bertahan cukup lama sehingga dia perlu buang air kecil.
NASA tidak mengambil risiko seperti itu dengan misi John Glenn ke luar angkasa selama penerbangan orbital Merkurius pertama pada 20 Februari 1962.Pakaian antariksa Glenn dilengkapi dengan sistem pengumpulan urine pertama yang berfungsi, sabuk penahan yang dapat dipakai, manset lateks yang dapat digulung, plastik tabung, katup dan penjepit, serta kantong pengumpul plastik, yang akan mengonfirmasikan sistem yang digunakan oleh astronaut pria selama program pesawat ulang-alik. Faktanya, sistem pengumpulan urine Glenn sangat bersejarah sehingga telah dipamerkan ke publik di National Air and Space Museum sejak tahun 1976.
Bagaimana toilet bekerja di ruang angkasa?
Toilet yang hadir dalam berbagai bentuk di bumi ini, bergantung pada budaya dan lokasi geografis. Namun Associate Professor of Geology University at Buffalo Tracy Gregg menulis di The Conversation menulis, satu prinsip berlaku untuk semua toilet di terra firma, baik lubang di tanah atau dengan bidet internal, pembuangan limbah bergantung pada gravitasi.
Gaya berat mikro yang dialami di luar angkasa dapat membuat proses pembuangan kotoran manusia menjadi lebih rumit, bahkan berbahaya. Kurangnya gravitasi berarti sampah dapat melayang dari pekerja di luar angkasa, yang tidak hanya berbahaya bagi kesehatan astronaut. Namun jika hal ini terjadi di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) atau stasiun luar angkasa lainnya, sampah yang mengambang bebas dapat merusak peralatan sensitif.
Artinya, alih-alih mengandalkan gravitasi untuk membuang sampah, toilet di ISS dan pesawat luar angkasa menggunakan alat hisap dan aliran udara. Menurut Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), lemahnya gravitasi luar angkasa berarti, selain menggunakan alat hisap, para astronot di pesawat ulang-alik harus mengikatkan diri ke toilet saat melakukan aktivitas.
Gaya berat mikro diatasi dengan banyaknya pegangan dan pijakan yang memastikan astronaut tidak akan tertidur dari toilet pada saat kritis. Saat buang air kecil, astronaut menempelkan corong penghisap ke kulitnya untuk mencegah kebocoran-kebocoran. Gregg mengatakan, ketika tutup toilet diangkat untuk mengeluarkan benda padat, penyedotan segera dimulai untuk mengurangi bau.