REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arahan peraturan baru dari lembaga pengelola internet Iran menunjukkan pemerintah Iran berharap dapat menarik warganya untuk menjauh dari platform asing dan lebih memilih menggunakan platform lokal. Lembaga pembuat kebijakan internet Iran merilis arahan tersebut pada pekan ini.
Arahan itu menetapkan peraturan baru dengan potensi konsekuensi luas terhadap lanskap internet yang sudah dibatasi di negara tersebut. Lembaga yang bernama Dewan Tertinggi Ruang Maya (SCC) mengatakan arahan ini sudah disetujui Pemimpin Tertinggi Iran Ali Hosseini Khamenei.
Dikutip dari Aljazirah, Senin (27/2/2024) SCC "melarang" penggunaan refinement-breaking tools kecuali penggunanya memiliki izin hukum. Refinement-breaking tools merupakan istilah yang digunakan pemerintah Iran untuk jaringan virtual tertutup atau virtual private networks (VPN), alat yang untuk menutupi IP (internet protocol) penggunanya.
Sebagian besar warga Iran menggunakan VPN karena ketatnya peraturan internet di negara itu. Pemerintah Iran melarang media sosial besar seperti Instagram, Twitter, Youtube dan Telegram dan ribuan situs lainnya.
Tapi media sosial masih sangat populer di Iran dengan jutaan pengguna di negara itu. VPN menjadi alat bagi warga Iran untuk mengelak peraturan pemerintah.
Pada tahun 2022 Iran mengilegalkan pembelian dan penjualan VPN. Tapi berita larangan VPN yang bahkan tanpa adanya transaksi komersial apa pun memicu reaksi negatif di dunia maya.
Banyak yang mengungkapkan sebagian besar warga Iran tidak memiliki pilihan selain menggunakan VPN karena mereka mengharapkan akses internet yang bebas. Sehingga mengilegalkan penggunaan VPN akan berdampak pada sebagian besar warga Iran.
Setelah adanya gelombang penolakan....