REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski Indonesia sudah memasuki musim hujan dan banyak wilayah sudah diguyur hujan, mungkin ada masyarakat di sebagian wilayah tidak merasakan hujan sesering di tempat lain. Penyebab intensitas hujan menurun di sejumlah lokasi itu di antaranya adalah fenomena alam monsoon break.
"Monsoon Break. Jawa kembali minim hujan karena monsun Asia membelok, efek sistem tekanan rendah di utara Laut Cina Selatan sehingga menggeser konvergensi ke utara," kata peneliti klimatologi Erma Yulihastin, melalui unggahan akun media sosial X/Twitter @EYulihastin, Sabtu (14/1/2024).
Erma merupakan pakar dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dia juga menyampaikan keterangan bahwa bibit siklon 98S di Samudra Hindia selatan mengonsentrasikan awan hanya di Samudra Hindia.
Pada fase monsoon break atau jeda musim hujan, curah hujan bisa menjadi rendah di sejumlah lokasi. Itu sebabnya ada beberapa lokasi yang tidak mengalami hujan atau intensitas hujannya menurun, tapi sebagian wilayah lain tetap mengalami curah hujan sedang hingga tinggi.
Erma menyampaikan, defisit hujan sebelumnya terpantau terjadi di wilayah selatan Indonesia selama periode Oktober-Desember 2023. Hal itu tampak dari anomali negatif hujan rata-rata selama tiga bulan. Selama itu pula, angin monsoon timuran dominan di Jawa.
Pada unggahannya yang lain tertanggal Senin (15/1/2024), Erma berujar hujan terpantau berpola memanjang dari Bogor-Depok-Tangerang Selatan menjadi rute penjalaran hujan orografis dari Gunung Salak, Bogor. Hujan orografis artinya hujan yang terjadi di daerah pegunungan.
Udara yang mengandung uap air bergerak naik ke atas pegunungan sehingga terjadi penurunan suhu serta terkondensasi, dan akhirnya turun hujan di lereng gunung. "Padahal saat ini tidak ada hujan terdeteksi di wilayah lain di Jawa, karena monsoon break dan pergeseran konvergensi ke utara," tutur Erma.
Dia menginformasikan pula pada Senin bahwa di Bandung sudah tiga hari tidak hujan. Selain itu, garis zona konvergensi angin antar tropis (ITCZ) yang seharusnya terbentuk di selatan ekuator pada Januari 2024, tampak ditarik ke utara, sehingga Jawa menjadi kering kembali. "Inilah salah satu representasi dari musim hujan yang kering dampak El Niño," ungkap Erma.