REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa gempa dangkal yang terjadi di Sumedang, Jawa Barat, memberikan pelajaran pentingnya mewujudkan bangunan dengan struktur kuat dan rencana tata ruang wilayah yang aman.
"Gempa Sumedang memberi pelajaran akan pentingnya mitigasi konkrit dengan mewujudkan bangunan dengan struktur kuat dan rencana tata ruang wilayah yang aman, berbasis risiko gempa bumi," ujar Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam webinar "Kupas Tuntas Gempa Sumedang M4,8 pada 31 Desember 2023" di Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Ia mengemukakan gempa Sumedang merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu aktivitas sesar aktif, yang seluruh pelepasan energinya terkonsentrasi pada wilayah lokal.
"Meskipun magnitudonya relatif kecil 4,8, gempa Sumedang dapat merusak lebih dari 149 bangunan rumah," katanya.
Selain kedalaman gempanya yang dangkal, episenter gempa kerak dangkal yang terletak di zona tanah lunak dan tebal juga akan memicu resonansi yang berujung amplifikasi atau penguatan gelombang gempa sehingga gempa kerak dangkal dikenal sangat merusak dan mematikan.
Ia menyampaikan beberapa contoh gempa kerak dangkal, diantaranya gempa Cianjur 2022 yang mengakibatkan lebih dari 600 orang meninggal dunia, gempa Yogyakarta 2006 (lebih dari 6.000 orang meninggal dunia), Gempa Turki 2023 (lebih dari 17.000 orang meninggal dunia), dan Gempa Sichuan China 2008 (lebih dari 70.000 orang meninggal dunia).
Daryono juga mengatakan gempa Sumedang memberi pesan akan pentingnya mitigasi gempa bumi meski di wilayah dengan aktivitas kegempaan rendah.
"Gempa Sumedang sebenarnya terjadi di zona kegempaan rendah (low seismicity). Dalam Peta Seismisitas Jawa Barat, tampak bahwa Kota Sumedang tidak terdapat kluster seismisitas mencolok seperti lazimnya di jalur sesar aktif," tuturnya.
Ia mengatakan gempa Sumedang mirip gempa Kalatoa di Laut Flores dengan magnitudo 7,4 pada 2021, gempa Talamau 2022, dan gempa Probolinggo M4,1 (2022) yang juga terjadi di zona seismisitas rendah.
Dalam kesempatan itu, Daryono juga menyampaikan bahwa gempa Sumedang memberi pesan kepada masyarakat agar tidak mengabaikan setiap gempa kerak dangkal, meskipun magnitudonya kecil.
"Gempa Sumedang memiliki magnitudo kecil tetapi merusak," ucapnya.
Ia mengemukakan BMKG mencatat sejumlah gempa kerak dangkal dengan magnitudo kecil yang terbukti merusak seperti gempa Madiun dengan magnitudo 4,2 pada 2015, gempa Pangalengan M4,2 (2016), gempa Garut M3,7 (2017), gempa Banjarnegara M4,4 (2018), gempa Lebak M4,4 (2018), dan gempa Kuningan-Brebes M4,2 (2020).