Kamis 14 Dec 2023 14:36 WIB

Berteknologi AI, Ini Dia Helm Pembaca Pikiran Pertama di Dunia

AI tersebut bekerja menggunakan helm berlapis sensor.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Natalia Endah Hapsari
 Para ilmuwan telah mengembangkan kecerdasan buatan (AI) pembaca pikiran pertama di dunia yang menerjemahkan gelombang otak menjadi teks yang dapat dibaca.  (ilustrasi)
Foto: Pixabay
Para ilmuwan telah mengembangkan kecerdasan buatan (AI) pembaca pikiran pertama di dunia yang menerjemahkan gelombang otak menjadi teks yang dapat dibaca. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Para ilmuwan telah mengembangkan kecerdasan buatan (AI) pembaca pikiran pertama di dunia yang menerjemahkan gelombang otak menjadi teks yang dapat dibaca. AI tersebut bekerja menggunakan helm berlapis sensor yang melihat aktivitas listrik tertentu di otak saat pemakainya berpikir, dan mengubahnya menjadi kata-kata. 

Teknologi revolusioner ini dipelopori oleh tim di University of Technology Sydney, yang mengatakan teknologi ini dapat merevolusi perawatan pasien yang menjadi bisu karena stroke atau kelumpuhan. Sebuah video demonstrasi menunjukkan subjek manusia memikirkan sebuah kalimat yang ditampilkan di layar, yang kemudian beralih ke apa yang dikodekan oleh model AI, dan hasilnya hampir sama sempurna. 

Baca Juga

Tim juga percaya bahwa inovasi ini akan memungkinkan pengendalian perangkat yang mulus, seperti anggota badan bionik dan robot, sehingga manusia dapat memberikan arahan hanya dengan memikirkannya. 

Profesor peneliti utama CT Lin mengatakan penelitian ini merupakan upaya perintis dalam menerjemahkan gelombang EEG mentah langsung ke dalam bahasa, menandai terobosan signifikan di bidang ini. Menurut Lin, ini adalah yang pertama yang menggabungkan teknik pengkodean diskrit dalam proses penerjemahan otak ke teks, memperkenalkan pendekatan inovatif terhadap decoding saraf. 

“Integrasi dengan model bahasa besar juga membuka batasan baru dalam ilmu saraf dan AI,” ujar Lin, dilansir Daily Mail, Kamis (14/12/2023). 

Teknologi sebelumnya untuk menerjemahkan sinyal otak ke bahasa memerlukan pembedahan untuk menanamkan elektroda di otak, seperti Neuralink milik Elon Musk, atau pemindaian dalam mesin MRI, yang penting, mahal, dan sulit digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, teknologi baru ini menggunakan helm sederhana di atas kepala untuk membaca apa yang dipikirkan seseorang. 

Untuk menguji teknologi tersebut, Lin dan timnya melakukan eksperimen dengan 29 partisipan yang diperlihatkan sebuah kalimat atau pernyataan di layar yang harus mereka pikirkan untuk dibaca. 

Model AI kemudian menampilkan apa yang diterjemahkan dari gelombang otak subjek. Salah satu contoh meminta peserta untuk berpikir, “Selamat siang! Saya harap kamu baik-baik saja. Saya akan mulai dengan cappucino, dengan tambahan espresso.”

Layar kemudian menunjukkan AI ‘berpikir’ dan menampilkan responsnya: “Sore! Kamu baik-baik saja ? Cappuccino, Xtra shot. Espresso.”

DeWave dapat menerjemahkan sinyal EEG menjadi kata-kata menggunakan model bahasa besar (LLM) berdasarkan konteks dua arah BERT dan dekoder kiri ke kanan ChatGPT. Tim tersebut mencatat bahwa skor akurasi terjemahan saat ini sekitar 40 persen tetapi terus berupaya untuk meningkatkannya hingga 90 persen. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement