Jumat 17 Nov 2023 14:38 WIB

PBB dan Organisasi Kemanusiaan Tolak Zona Aman Sepihak Israel di Gaza

Dewan Keamanan PBB menerbitkan resolusi berisi seruan jeda kemanusiaan di Gaza.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Warga Palestina mengungsi ke Jalur Gaza selatan di Jalan Salah al-Din di Bureij, Jalur Gaza, pada Rabu, (8/11/2023).
Foto: AP Photo/Hatem Moussa
Warga Palestina mengungsi ke Jalur Gaza selatan di Jalan Salah al-Din di Bureij, Jalur Gaza, pada Rabu, (8/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Para pemimpin sejumlah badan PBB dan organisasi kemanusiaan telah menolak penerapan “zona aman” yang dideklarasikan secara sepihak oleh Israel di Jalur Gaza. Karena bersifat sepihak, zona tersebut justru dapat merugikan dan membahayakan penduduk sipil.

“Sebagai para pemimpin kemanusiaan, posisi kami jelas: Kami tidak akan berpartisipasi dalam pembentukan ‘zona aman’ di Gaza yang didirikan tanpa persetujuan semua pihak, dan kecuali kondisi mendasar sudah ada untuk memastikan keselamatan dan kebutuhan penting lainnya terpenuhi dan ada mekanisme untuk mengawasi pelaksanaannya,” kata the Inter-Agency Standing Committee (IASC) dalam sebuah pernyataan, Kamis (16/11/2023), dikutip Anadolu Agency.

Baca Juga

IASC adalah forum koordinasi kemanusiaan tingkat tertinggi di sistem PBB. “Tidak satu pun organisasi kemanusiaan yang kami wakili terlibat dalam persiapan kedatangan para pengungsi di ‘zona aman’ atau ‘zona kemanusiaan’ di Gaza,” ungkap IASC dalam pernyataannya.

IASC mengatakan, dalam kondisi seperti yang sedang berlangsung di Gaza saat ini, setiap usulan untuk secara sepihak menetapkan zona aman kemungkinan besar dapat merugikan warga sipil, termasuk berpotensi menimbulkan korban jiwa signifikan. Oleh sebab itu, langkah atau usulan yang bersifat unilateral harus ditolak.

“Tanpa kondisi yang tepat, memusatkan warga sipil di zona tersebut dalam konteks permusuhan aktif dapat meningkatkan risiko serangan dan kerugian tambahan. Tidak ada ‘zona aman’ yang benar-benar aman jika diumumkan secara sepihak atau ditegakkan dengan kehadiran angkatan bersenjata,” kata IASC.

Mereka menjelaskan, untuk menetapkan zona aman atau zona kemanusiaan, diperlukan kesepakatan para pihak yang berkonflik untuk menahan diri dan tidak membuka konfrontasi atau pertempuran di sekitar zona-zona terkait. Pasokan kebutuhan kemanusiaan dan ruang gerak bagi penduduk atau pengungsi di zona tersebut harus dijamin. Menurut IASC, kegagalan memenuhi persyaratan dasar tersebut mungkin merupakan pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional,

IASC menambahkan, diskusi mengenai zona aman tidak boleh mengalihkan perhatian tentang kewajiban utama para pihak untuk terus menjaga keselamatan warga sipil, di mana pun lokasi mereka. Hal itu termasuk memberikan akses kemanusiaan yang cepat, aman dan tanpa hambatan kepada semua warga sipil yang membutuhkan.

Sementara itu pada Rabu (15/11/2023) lalu Dewan Keamanan (DK) PBB akhirnya berhasil menerbitkan resolusi berisi seruan jeda kemanusiaan di Gaza. Sebelumnya DK PBB telah empat kali gagal untuk mengadopsi resolusi sejenis. Resolusi terbaru rancangan Malta itu didukung 12 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan. Tiga negara, yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Rusia memilih abstain.

Resolusi itu menyerukan pentingnya memperpanjang jeda dan koridor kemanusiaan di Gaza selama “jumlah hari yang cukup”. Hal itu guna memungkinkan akses penuh, cepat, aman, dan tanpa hambatan bagi badan-badan serta para mitra PBB dalam menyalurkan bantuan. Resolusi turut menekankan perlunya memastikan bahan bakar diizinkan memasuki Gaza.

Resolusi juga meminta semua pihak tidak merampas layanan dasar dan bantuan yang sangat dibutuhkan bagi penduduk sipil di Gaza. Selain itu, resolusi turut menyerukan evakuasi orang-orang yang sakit dan terluka di Gaza, khususnya anak-anak.

Baca juga : Media AS Ungkap Kebohongan Israel Soal Klaim Aktivitas Militer Hamas di RS Al-Shifa

Meski resolusi DK PBB bersifat mengikat, namun Israel menolaknya. Tel Aviv telah mengisyaratkan enggan mematuhi resolusi jeda kemanusiaan di Gaza yang sudah disahkan DK. “Tidak ada tempat untuk jeda kemanusiaan yang berkepanjangan (di Gaza),” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Israel dalam sebuah pernyataan, dikutip surat kabar Israel, Haaretz, Rabu lalu.

Israel enggan menerima jeda kemanusiaan panjang di Gaza selama Hamas belum membebaskan para sandera. Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas diduga menculik lebih dari 200 orang yang terdiri dari warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing.

Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan juga mengkritik keras diadopsinya resolusi jeda kemanusiaan oleh Dewan Keamanan. Menurutnya resolusi itu tidak sesuai kenyataan karena di dalamnya tidak turut mengutuk serangan dan operasi infiltrasi Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

Agresi Israel ke Gaza telah membunuh sedikitnya 11.630 warga Gaza. Mereka termasuk 4.710 anak-anak dan 3.165 perempuan. Sementara korban luka sudah mendekati 30 ribu orang. 

Baca juga : Yordania Setop Pasok Kebutuhan Energi Israel

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement