REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Infertilitas atau gangguan kesuburan pada pasangan yang sudah menikah bisa berdampak pada kondisi psikologis. Meminimalisasi dampak buruk pada kondisi psikis itu tidak mudah, perlu upaya dari pasangan, juga dukungan orang terdekat.
Dikutip dari laman The Hippocratic Post, Rabu (1/11/2023), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa satu dari enam orang di seluruh dunia terkena dampak infertilitas. Sebagian besar yang terdampak menghadapi masalah seperti isolasi sosial, stigma, dan stres.
"Selain itu, perempuan lebih sering dianggap bertanggung jawab atas masalah kesuburan dibandingkan laki-laki," ungkap pakar embriologi Marta Jansa Perez, yang menjabat sebagai Direktur Embriologi di Bridge Clinic London di Inggris.
Perez mengatakan efek psikologis dari berbagai perawatan infertilitas pun dapat mengakibatkan ketakutan, ketegangan hubungan, serta masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Kondisi stres lebih lanjut bisa dialami pasien akibat intervensi lainnya.
Tekanan dari lingkungan bahwa seorang perempuan belum utuh jika belum melahirkan juga dapat berkontribusi pada kondisi mental pasien. Sumber stres lain adalah biaya finansial, karena sebagian besar pasien harus membayar sendiri pengobatannya, yang bisa sangat mahal, terutama jika memerlukan beberapa siklus.
Meskipun pengobatan bayi tabung atau in-vitro fertilization (IVF) berhasil pada sebagian pasien, stres akibat proses tersebut juga bisa terjadi. Termasuk, kemungkinan kegagalan pengobatan sehingga memicu masalah kesehatan mental yang signifikan.
Karena itu, pasangan yang menghadapi kondisi infertilitas perlu menemukan dukungan yang tepat. Layanan kesehatan berkualitas tinggi kerap menyediakan profesional yang memiliki pengetahuan terkini serta informasi tentang pilihan perawatan yang dibutuhkan pasien.
Mereka akan memberi tahu pasien tentang semua pilihan yang tersedia, gambaran proses berlangsungnya, dan memberikan harapan realistis kepada pasien mengenai keberhasilan maupun kegagalan prosedur. Pasien bisa berdiskusi dan mempersiapkan diri untuk berbagai kemungkinan.
Perez menyebut konselor kesuburan khusus yang berpusat pada pasien merupakan sumber daya yang dibutuhkan untuk memberikan dukungan kepada pasien pada berbagai tahap perawatan. Dia juga menyarankan petugas medis menginformasikan biaya pengobatan yang transparan.
Dukungan spesialis lain yang mungkin membantu pasien menjalani pengobatan juga dapat mencakup saran mengenai teknik relaksasi, manajemen stres, pelatihan keterampilan mengatasi masalah, dan dukungan kelompok. Jika pasien memerlukan perawatan psikologis, rujukan untuk penilaian psikologis mungkin diperlukan.
"Dalam pengobatan infertilitas, terkadang tekanan mental dari proses tersebut diabaikan, namun penting agar kesehatan psikologis pasien tidak disepelekan dalam bidang ini," kata Perez yang mendapat gelar doktor dari Universitat Autonoma de Barcelona di Spanyol.