Senin 30 Oct 2023 19:52 WIB

Benarkah Anak Muda Sekarang Lebih Lemah? Simak Hasil Risetnya

Generasi Z sering merasa kesakitan mereka tidak dipercaya atau didiskriminasi.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Natalia Endah Hapsari
Sebanyak 70 persen generasi Z mengatakan rasa sakit yang mereka alami kerap diperlakukan secara berbeda./ilustrasi
Foto: Pxfuel
Sebanyak 70 persen generasi Z mengatakan rasa sakit yang mereka alami kerap diperlakukan secara berbeda./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian mengungkap perbedaan antara satu generasi dengan generasi lainnya dalam menghadapi rasa nyeri. Hasil studi menunjukkan bahwa pasien yang lebih muda mengalami kesulitan dalam menyampaikan rasa sakit dan mengakses pengobatan.

Studi yang berjudul "Haleon Pain Index (HPI)" edisi kelima itu dilakukan oleh perusahaan kesehatan konsumen Haleon. Melibatkan 18.097 orang di 18 negara, HPI menyimpulkan perbedaan tiap generasi menghadapi rasa sakit, juga dampaknya untuk aspek sosial/emosional.

Baca Juga

Dikutip dari laman Hippocratic Post, Senin (30/10/2023), sebanyak 70 persen generasi Z yang terlibat dalam studi mengatakan rasa sakit yang mereka alami kerap diperlakukan secara berbeda. Sementara, ada 40 persen generasi baby boomers yang merasa demikian.

Generasi Z sering merasa "kesakitan" mereka tidak dipercaya atau didiskriminasi. Jumlah laporan kondisi demikian tertinggi terjadi di India (80 persen), Amerika Serikat (79 persen) dan 74 persen responden di Inggris.

Sejumlah 45 persen generasi Z mengatakan bahwa kesakitan merupakan hal yang tabu untuk mereka ungkapkan. Itu jika dibandingkan dengan 35 persen generasi baby boomers. Sayangnya, tak ada informasi rinci tentang generasi milenial dalam studi ini.

Meskipun generasi yang lebih tua cenderung mudah untuk mengungkapkan rasa sakit dan mengakses pengobatan, mereka adalah kelompok yang paling terpinggirkan dalam hal mengakses informasi terkait kesehatan secara online. Sejumlah 45 persen responden dari kelompok usia 75-84 tahun mengaku kesulitan mengakses internet, dibandingkan dengan 33 persen responden secara keseluruhan.

Mayoritas responden sepakat tentang perlunya pandangan yang lebih personal dan penuh kasih sayang terhadap nyeri tubuh yang dialami seseorang. Lebih dari dua per tiga (68 persen) responden mengatakan bahwa lebih banyak empati akan membuat perbedaan nyata dalam pengalaman mereka menghadapi rasa sakit. 

Sementara itu, 69 persen responden berharap para dokter mendapat pelatihan yang lebih baik mengenai dampak nyeri pada pasien yang berbeda-beda. Harapan sama disampaikan dan 62 persen responden terhadap para apoteker.

Head of Global Over the Counter Category di Haleon, Lisa Jennings, mengatakan nyeri atau rasa sakit adalah pengalaman universal manusia. Namun, studi yang digagas perusahaannya sudah mengungkap bahwa kondisi universal itu berpotensi mengakibatkan kesepian dan stigma bagi banyak orang.

Dampaknya sangat bervariasi antarkelompok sosial, dengan kelompok yang paling terpinggirkan di antara kelompok yang paling terkena dampaknya. Misi Haleon adalah untuk mendobrak hambatan dalam mencapai kesehatan sehari-hari yang lebih baik bagi semua orang.

"Tanpa memandang usia, ras, etnis, gender, disabilitas, dan faktor lainnya. HPI menunjukkan bahwa kita dapat mengurangi dampak sosial dan emosional dari rasa sakit dengan mengubah persepsi dan percakapan seputar manajemen rasa sakit," ungkap Jennings.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement