REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Puluhan negara bagian AS menggugat induk Facebook dan Instagram, Meta, atas tuduhan membahayakan kesehatan mental anak dan remaja. Meta dianggap mengambil keuntungan finansial "dari cara merugikan anak-anak", merusak kesehatan mental, dan menyesatkan orang tentang keamanan platformnya.
“Dalam upaya memaksimalkan keuntungan finansialnya, Meta telah berulang kali menyesatkan masyarakat tentang bahaya besar Platform Media Sosialnya,” demikian argumen gugatan bersama yang diajukan di pengadilan federal di California, dikutip dari Japan Today, Jumat (27/10/2023).
Secara total, lebih dari 40 negara bagian menggugat Meta, meskipun beberapa memilih untuk mengajukan ke pengadilan lokal daripada bergabung dalam kasus federal. Meta dituding telah mengeksploitasi pengguna muda dengan menciptakan model bisnis yang dirancang untuk memaksimalkan waktu yang mereka habiskan di platform meskipun membahayakan kesehatan mereka, menurut pengajuan hukum.
“Anak-anak dan remaja menderita tingkat kesehatan mental yang buruk dan perusahaan media sosial seperti Meta adalah penyebabnya,” kata Jaksa Agung New York Letitia James dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan gugatan tersebut.
Disebutkan bahwa Meta mengambil keuntungan dengan cara merugikan anak-anak dengan sengaja merancang platformnya dengan fitur manipulatif yang membuat anak-anak kecanduan platform mereka sekaligus menurunkan harga diri mereka. Gugatan tersebut menuduh Meta melakukan tindakan yang menipu dan melanggar hukum yang merugikan generasi muda yang rentan demi keuntungan finansial.
Gugatan itu turut mendesak pengadilan federal untuk mendorong Meta menghentikan taktik manipulatif dan membayar denda finansial yang besar serta restitusi, menurut James.
“Perusahaan media sosial, termasuk Meta, telah berkontribusi terhadap krisis kesehatan mental remaja nasional dan mereka harus bertanggung jawab,” kata James.
Meta menangggapinya dengan menyatakan pihaknya "kecewa" karena tuntutan tersebut. Seharusnya negara bagian bisa bekerja sama dengan berbagai perusahaan media sosial untuk menciptakan standar yang sesuai dengan usia.
Meta menyatakan bahwa perusahaan telah mengembangkan lebih dari 30 alat dalam aplikasinya untuk mendukung pengguna remaja, dan memudahkan orang tua untuk "memantau" aktivitas daring anak.
Perusahaan teknologi Silicon Valley tersebut menyayangkan bahwa jaksa agung hanya menggugat Meta, alih-alih mencari solusi industri mengingat popularitas pesaingnya termasuk TikTok, YouTube, dan Snap.
Meta juga menyatakan bahwa media sosial sejatinya tentu bisa menjadi tempat di mana kaum muda yang berjuang dengan isu-isu lain dalam hidup mereka mencari dukungan dari komunitas platform.
Keluhan hukum tersebut dihasilkan dari penyelidikan nasional yang diumumkan pada November 2021, menurut Jaksa Agung California Rob Bonta.
“Investigasi bipartisan kami telah sampai pada kesimpulan yang serius: Meta telah merugikan anak-anak dan remaja kita, memupuk kecanduan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan,” kata Bonta dalam rilisnya. Dengan gugatan saat ini, ia sudah menentukan batasnya.
Investigasi diluncurkan setelah pelapor Facebook Frances Haugen membocorkan lebih dari 20 ribu halaman dokumen internal ke media yang memicu kritik bahwa raksasa media sosial itu mengutamakan keuntungan daripada keamanan penggunanya.
Saat memberikan kesaksiannya kepada anggota parlemen Amerika dan Eropa pada tahun 2021, dia bersikeras bahwa Facebook gagal membatasi konten beracun dan perusahaan tersebut tidak dapat dipercaya untuk mengubah cara kerjanya.
Facebook pada akhir tahun itu mengganti namanya menjadi Meta dalam sebuah tindakan yang diduga oleh para kritikus dimaksudkan untuk menjauhkan perusahaan dari kontroversi jejaring sosialnya.
Kepala eksekutif Meta Mark Zuckerberg menanggapinya pada saat itu, dengan mengatakan bahwa "argumen kami dengan sengaja mendorong konten yang membuat orang rugi demi keuntungan sangatlah tidak masuk akal”.