Selasa 24 Oct 2023 22:35 WIB

Kecerdasan Buatan Kini Bisa Digunakan Mendiagnosis Penyakit

Kecerdasan buatan kian dikembangkan untuk dunia kesehatan.

Kecerdasan buatan saat ini dikembangkan untuk dunia kesehatan, khususnya untuk mengenali dan mendiagnosis penyakit.
Foto: science alert
Kecerdasan buatan saat ini dikembangkan untuk dunia kesehatan, khususnya untuk mengenali dan mendiagnosis penyakit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) bisa digunakan untuk mengenali dan mendiagnosis berbagai penyakit. Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN, Anto Satriyo Nugroho dalam keterangan di Jakarta, Selasa (24/10/2023), mengatakan, penelitian AI saat ini semakin berkembang dan bisa diterapkan pada bidang kesehatan.

"Dari sisi medis, kita mungkin melihat AI sebagai tools yang memiliki banyak peluang, mempercepat proses diagnosis, meningkatkan akurasi, dan mengurangi error yang terjadi karena pengalaman atau jam terbang dokter yang melakukan diagnosis," ujarnya.

Baca Juga

Salah satu teknologi AI yang dipakai dalam bidang kesehatan adalah AI-based Paediatric Tele-Dermatology. Teknologi itu merupakan riset multidisiplin untuk mengembangkan teledermatologi yang fokus pada pasien anak.

Riset itu adalah kolaborasi bersama para peneliti di Pusat Riset Komputasi BRIN dan Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia Persatuan Dokter Kulit dan Kelamin Indonesia (KSDAI PERDOSKI). Dosen Ilmu Komputer Universitas Bina Nusantara, Nur Afny Catur Andryani mengatakan, keterbatasan kompetensi dokter umum dalam penanganan kasus penyakit kulit anak memerlukan asistensi dari dokter spesialis kulit dan kelamin konsulen anak.

Jumlah dokter spesialis penyakit itu sangat terbatas dan terkonsentrasi di kota-kota besar. Maka, mereka melakukan riset pengembangan pembangunan paediatric tele-dermatology berbasis AI.

Teknologi telemedicine untuk dermatologi dimanfaatkan untuk menghubungkan antara dokter umum, dokter spesialis kulit umum, dan dokter spesialis anak dengan dokter spesialis kulit dan kelamin konsulen anak atau pediatri. Hal itu memberikan peluang bagi para dokter terhubung dengan dokter spesialis kulit dan kelamin (SpKK) konsulen anak untuk meningkatkan akurasi diagnosis terutama untuk kasus-kasus yang kompleks.

Riset pengembangan teledermatologi pediatri itu juga melibatkan unsur AI untuk membantu dokter menegakkan diagnosis dan melakukan tata laksana penanganan penyakit. 

“AI sebenarnya sudah banyak dimanfaatkan untuk dunia medis. Namun, untuk kasus dermatologi, AI masih terbatas digunakan utamanya untuk diagnosis penyakit,” kata Nur.

Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa penelitian yang ada sebagian besar pengembangan AI masih berfokus pada deteksi kanker kulit dini dan beberapa penyakit kulit khas yang terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, riset pengembangan teknologi tersebut menjadi sebuah tantangan besar yang melakukan pembangunan sistem diagnosis berbasis AI untuk dapat mengenali lebih dari 50 penyakit sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). 

"Secara teori, itu adalah high dimensional classification yang tentunya bukan hal mudah untuk dimodelkan,” kata Nur.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement