Selasa 24 Oct 2023 11:19 WIB

Jepang Luncurkan Penyelidikan Antimonopoli terhadap Dominasi Pencarian Google

Langkah serupa juga telah dilakukan Eropa dan negara lainya.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Friska Yolandha
FILE - The logo of Google is displayed on a carpet at the entrance hall of Google France in Paris, on Nov. 18, 2019. Google said Friday, jan. 20, 2023, it’s laying off 12,000 workers, becoming the latest tech company to trim staff after rapid expansions during the COVID-19 pandemic have worn off.
Foto: AP Photo/Michel Euler
FILE - The logo of Google is displayed on a carpet at the entrance hall of Google France in Paris, on Nov. 18, 2019. Google said Friday, jan. 20, 2023, it’s laying off 12,000 workers, becoming the latest tech company to trim staff after rapid expansions during the COVID-19 pandemic have worn off.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengawas persaingan usaha Jepang mengatakan pada Senin, pihaknya telah mulai menyelidiki Google atas kemungkinan pelanggaran undang-undang antimonopoli dalam layanan pencarian web. Langkah ini serupa yang dilakukan oleh pihak berwenang di Eropa dan negara-negara besar lainnya.

Komisi Perdagangan Adil Jepang (JFTC) mengatakan pihaknya sedang menyelidiki apakah Google melanggar Undang-Undang Antimonopoli Jepang dengan mengembalikan sebagian pendapatannya kepada pembuat ponsel pintar Android dengan syarat mereka tidak memasang mesin pencari saingannya.

Baca Juga

Mereka juga mempelajari praktik Google yang memaksa pembuat ponsel Android memasang aplikasi browser "Google Search" dan "Google Chrome" dengan aplikasi "Google Play".

“Ada kecurigaan bahwa melalui langkah-langkah ini mereka mengecualikan aktivitas bisnis pesaing dan membatasi aktivitas bisnis mitra bisnisnya di pasar layanan pencarian,” kata seorang pejabat JFTC pada konferensi pers, dilansir Reuters, Selasa (24/10/2023).

Pejabat terseut mengatakan, masalahnya bukan karena layanan Google digunakan secara luas, tapi soal persaingan yang sehat.

"Kami telah meluncurkan penyelidikan ini dengan bertanya-tanya bagaimana situasi di mana layanan penyedia mesin pencari lain sulit dikenali sebagai pilihan pengguna, tidak peduli seberapa banyak perbaikan yang telah dilakukan," ujarnya.

Keputusan tersebut menyusul penyelidikan serupa yang dilakukan regulator antimonopoli di Uni Eropa, Amerika Serikat, dan negara lain. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement